Header Ads

[Serial Kemah Raya] 8# Kecurangan dalam Tarik Tambang

[Diary Kemah Sangga Star Light Kelas X-2 SMANSA Ungaran]

===================================================================

Sorenya, masih dengan kaos biru, diadakan lomba tarik tambang antar kelas. Awalnya X-1 dan X-2 mengajukan delegasinya sendiri-sendiri, tetapi dengan persetujuan panitia, kami digabung.

Pertandingan pertama melawan X-3, Imersi jelas menang. Kenapa? Karena kami mengirimkan anak-anak yang bertubuh besar-besar: Fuadio, Hiba, Danang... Karena tubuhnya yang ekstra besar, Fuadio jadi andalan.

Curangnya, ketika maju ke babak selanjutnya melawan X-5, lawan kami meminta peserta mereka ditambah satu. Jelas anak-anak imersi nggak setuju, masa 10 lawan 11? Alasan anak X-5, ukuran tubuh Fuad terlalu besar. Anak-anak imersi tetap ngotot nggak setuju, dan berkilah bahwa ukuran tubuh Fuad emang udah dari sononya, nggak bisa diubah lagi. Masa cuma buat tarik tambang ini, Fuad harus diet dulu? Soal kami mengajukan dia, ya terserah kami dong, kami kan memang memiliki dia dengan besar tubuh segitu. Kalau dari kelas mereka ada yang tubuhnya lebih besar dari Fuad, silakan saja ajukan!

Tidak mudah untuk mengakui kemenangan lawan karena kami merasa mereka tidak adil.

Pemenangnya adalah X-6.

Berikutnya tarik tambang antara Sangker melawan Dewan Ambalan (DA). Yang dendam sama Sangker mendukung DA, tapi ada juga yang mensuport Sangker, termasuk aku. Lumayan seru juga, sih. Sangker hampir saja kalah, tapi kemudian mereka berhasil menarik tambang dari seniornya.

Waktu maghrib, kami men-jama’ shalat Maghrib dan Isya’, dengan aku sebagai imam. Tidak seperti biasanya, kali ini jama’ahnya sampai tiga shaf, tiap shaf berisi tiga sampai empat anak. Selesai dzikir, aku kembali mengaji.

Sayang banget, hujan kembali turun. Bagaimana bisa menyalakan api unggun dalam kondisi begini? Aku mendengar desas-desus, jam tidur kami diajukan.

Novira membagi-bagi gorengannya kepada kami semua. Aku baru menghabiskan setengah potong gorengan itu ketika Mbak Deny masuk. Dia menyuruh kami duduk, dalam satu barisan. Anak-anak di sebelah kiri dan kanan saling berhadapan.

Karena dilarang ada gerakan maupun suara tambahan lagi, kuletakkan gorenganku yang baru habis setengahnya itu dalam plastiknya. Aku bertekad memakannya lagi sebagai lauk, tapi setelah nasi bungkus dibagi, gorengan itu terlupakan.

Peraturan makannya persis seperti Anin. Belum boleh membuka bungkus nasi sebelum semua siap. Tetapi makan malam kali ini anak-anak putri kelas X-2 tidak melakukan prosedur yang biasanya dilakukan di bawah pimpinan Anin: berdoa bersama.

Baru saja membuka bungkus nasi, Pak Erie masuk untuk menyampaikan kabar itu.

“Anak-anak, karena hujan, api unggunnya tidak jadi. Apalagi saya juga baru saja dari rumah sakit...”

Anak-anak heboh. Semua bertanya-tanya, siapa yang sakit?

“... mengantar Mbak Annisa...” Pak Erie melanjutkan.

Semua anak terbelalak. Mbak Annisa, yang kemarin teriak-teriak membangunkan kami itu? Sebagian anak nyukurin sebagai ungkapan balas dendam, sebagian yang lain merasa kasihan.

“Dia tuh sebenernya baik, lho,” ujar Tandya. “Tapi karena tekanan dari DA-nya, dia nggak kuat. DA-nya tuh yang nyuruh-nyuruh galak kayak gitu.”

Kami malah ngomongin DA.

Mbak Lilik ikut masuk. Ketika sampai di depan anak-anak X-3, mereka menanyainya soal Mbak Anisa. Ternyata Mbak Anisa punya asma, dan sekarang asmanya kumat.

“Terus acaranya habis ini ngapain, Mbak?” tanyaku.

“Tidur,” jawabnya simpel.

“Apa nggak dibangunin lebih pagi untuk kegiatan? Mungkin jam dua, apa jam tiga, misalnya?”

Mbak Lilik berkata, “Nggak tahu, ya. Soalnya Mbak Anisa kan ketua seksi acaranya.”

No comments

Powered by Blogger.