Header Ads

Munas Ke-5 FLP: Catatan si Pemburu Berita

Musyawarah Nasional (Munas) ke-5 Forum Lingkar Pena (FLP) sudah selesai hampir 2 pekan lalu. Namun, semangatnya masih menyala di hati. Salah satunya, grup-grup Munas yang masih ramai dengan seloroh-seloroh para membernya.

Di tulisan sebelumnya, yang saya tulis hanya beberapa saat setelah pembukaan, saya akhiri dengan, "Salah satu tugas utama saya di Munas ini adalah meliput, itu alasan 'bos' FLP Jogja mendelegasikan saya, katanya." Jadi, di sini saya ingin sedikit bercerita lebih jauh tentang pengalaman meliput agenda tertinggi FLP ini.

Didapuk sebagai "reporter" lokal (saking lokalnya, lingkupnya hanya di kepengurusan wilayah yang saya wakili), saya bertekad harus fokus memperhatikan setiap detail acara, mencari peristiwa-peristiwa menarik yang mungkin terjadi. Laporan terpenting, tentunya, adalah ketua umum baru yang akan terpilih dalam munas. Karena salah satu agenda intinya adalah pembahasan AD/ART, yang tentunya merupakan ranah internal, saya kira satu berita utama saja sudah cukup, yang akan dipublikasikan di akhir munas.

Ternyata saya salah.

Dari pembukaan saja, sudah banyak sekali yang bisa dijadikan bahan berita. Sebagian besar berasal dari kata-kata sambutan, baik dari pengurus FLP sendiri maupun pejabat yang hadir. Sudah ruhnya kental banget, isinya penulis-penulis pula. Kalimat-kalimat bernas yang keluar pun dirangkai dengan diksi-diksi yang indah. Nggak kuaaaaat!

Pembukaan merupakan agenda yang umum, disiarkan lewat YouTube, sehingga saya bebas mewartakannya. Begitu pembukaan selesai, saya mulai corat-coret naskah berita. Masalahnya, satu tulisan mana cukup? Sambutan satu orang saja, drafnya bisa satu halaman Word sendiri.

Sepagian itu, satu berita selesai. Isinya hanya sambutan dari satu orang. Rencananya, saya akan menulis sisa berita tentang pembukaan sambil mendengarkan agenda selanjutnya, yaitu laporan pertanggungjawaban. Rupanya... justru hasil LPJ inilah yang menarik untuk diberitakan. Dan nggak mungkin menuliskannya besok; selain sedikit basi, agenda lain sudah menanti.

Akhirnya seharian saya seperti kejar setoran bikin berita. Saya jadi paham, gimana rasanya wartawan-wartawan badminton macam Mbak Wid dan Mbak Naf yang populer di kalangan badminton lovers ini. Selesai atlet tanding, mereka harus wawancara atlet, lalu menuliskannya untuk dimuat sesegera mungkin di portal berita tempat mereka bekerja. Telat sedikit saja, bakal ketumpuk sama hasil pertandingan atlet lain. (Ups, saya pakai mereka sebagai contoh soalnya sebagai penonton badminton, saya mengikuti beberapa aktivitas kedua wartawan legendaris ini.)

Sekarang saya merasakan sendiri ke-riweuh-an para kuli tinta. Tiga berita dalam satu hari (satu tentang pembukaan, dua sisanya tentang LPJ yang masing-masing oleh Dewan Pertimbangan dan Badan Pengurus Pusat) cukup menguras fokus saya. Saya menyerah, memilih melanjutkan menulis besok lagi saja. Satu berita tambahan terakhir (masih tentang pembukaan) saya selesaikan malam itu juga, dan saya minta rekan-rekan di tim MMC FLP Yogya untuk menerbitkannya besok pagi saja.

Kalau saya mengira bisa sedikit leyeh-leyeh di hari kedua, saya salah. Sidang pada hari ini justru menjadi dasar pelaksanaan keorganisasian FLP 4 tahun mendatang, maka segala argumen saling beradu sampai tengah malam WIB (di WIT berarti sudah masuk sepertiga malam terakhir), walaupun tidak ada kursi melayang, tentu saja. Paling banter, host mengakhiri Zoom Meeting setelah sesi ditutup, padahal beberapa orang sedang "beramah-tamah" dan salah satunya sedang berapi-api menyampaikan pendapatnya.

Satu-satunya hal yang bisa jadi berita adalah pengumuman Anugerah Pena yang disiarkan live di YouTube. Saya agak merasa bersalah menuliskan peristiwa paling unik, yaitu satu kategori tidak ada nominatornya karena standar tinggi yang ditetapkan dewan juri; tapi kaidahnya bad news is good news, kan? Hehehe.

Selain itu, masih ada satu lagi berita tentang pembukaan yang sengaja saya minta di-post Ahad pagi sebelum acara kembali dibuka. Nah, kan, pembukaan saja sudah berapa berita, nih?

Di hari ketiga, fokus saya sepertinya sudah buyar. Selain berita soal ketua umum baru, saya menulis sekenanya tentang penutupan.

Mengenai pemilihan ketua umum sendiri, saya kesulitan merangkai kata. Bukan hanya karena kelelahan, melainkan karena emosi demikian kuat yang menyelimuti semua peserta.

Dulu, mungkin sudah biasa di kalangan kader dakwah untuk saling dorong temannya untuk maju jadi ketua, sementara dirinya sendiri enggan dicalonkan, meski siapa pun yang terpilih ternyata terbukti mampu menjalankan amanah itu. Belakangan, satu-dua organisasi Islam pun mulai terjebak perangkap berebut kekuasaan ini, menyebabkan citra lembaga dakwah di kalangan masyarakat jadi "sama saja".

Rupanya, ciri khas satu ini masih lekat di FLP. Dari sekian bakal calon yang diusung, hanya dua yang bersedia dicalonkan, lainnya mengundurkan diri. Sisa dua pun, salah satunya minta bicara lebih dulu saat dipersilakan menyampaikan visi-misi. Beliau mengawali dengan kisah suksesi kepemimpinan di kalangan para sahabat pasca-wafatnya Rasulullah. Saya berprasangka, mungkin visi-misinya terinspirasi dari kisah tersebut. Atau, beliau ingin menekankan betapa tidak inginnya beliau menerima amanah, namun situasi mewajibkannya sebagaimana Abu Bakr akhirnya mengembannya.

Ternyata bukan Abu Bakr yang ingin ditirunya, melainkan Umar bin Khaththab, yang meski diajukan Abu Bakr, tapi dia justru mengawali membaiat Abu Bakr. Calon ketua ini mengajak semua peserta memilih calon lainnya saja.

Sempat terlintas di pikiran saya, nanti calon kedua juga mengumumkan hal serupa supaya memilih calon pertama saja. Namun, mendengar pernyataan sang calon pertama tadi, peserta langsung sepakat mengangkat calon kedua menjadi ketua umum. Yang seharusnya gilirannya membacakan visi misi bukan lagi menjadi orasi atau tebar janji, melainkan tekad bulat setelah amanah diletakkan di pundak beliau.

Saya sudah punya gambaran kasar apa yang harus ditulis, tapi ketika halaman untuk menulis sudah terbuka di layar, jemari saya menjadi kaku. Berita seharusnya tidak memuat emosi penulisnya, tapi saya terlanjur baper alias terbawa perasaan.

Disodori shirah nabi dan sahabatnya saja sudah tergetar hati ini, apalagi ketika kisah itu dibawakan oleh dosen sejarah Islam seperti tadi.... Tidak mengherankan tangis online menghambur sepanjang chat room, kamera-kamera mendadak off untuk menyembunyikan air mata di dunia nyata.

* * *

Epilog

Munas ditutup, sudah selesaikah tugas saya?

Oh, belum. Saya malah dapat transkrip wawancara dengan ketum baru FLP supaya masuk berita. Saya katakan sejujurnya kalau malam itu sudah tepar, hehe... jadi transkrip itu baru bisa saya kerjaan keesokan harinya.

Meski tepar, puas juga, bisa menyelesaikan tugas dengan... bukan sempurna, tapi setidaknya cukup baik. Dan... ini rekor pribadi saya, bisa menyelesaikan 9 berita dalam 4 hari berturut-turut. Di organisasi mana pun, ketika saya dapat jatah bikin berita, biasanya seluruh kegiatan bisa saya ringkas dalam satu berita. 

Ini tak lepas dari siapa yang ada di munas itu—penulis-penulis yang tulisannya termasuk mempengaruhi jalan hidup saya—beserta muatan yang mereka bicarakan di sana.

"Berperan sebagai butiran pasir pun akan sangat mengokohkan bangunan." (S. Gegge Mappangewa, Ketua Umum FLP)

* * *

Lampiran

  1. Afifah Afra: FLP Gabungkan Manajemen Organisasi dan Jiwa Seni
  2. LPJ Dewan Pertimbangan FLP Diterima
  3. Barakallah! LPJ Badan Pengurus Pusat FLP Diterima
  4. Balai Bahasa Jatim Puji Peran Perempuan di FLP
  5. Anugerah Pena FLP: Satu Kategori Tidak Bernominasi
  6. Gol A Gong Beberkan Dua Persoalan Literasi Indonesia
  7. Gegge Mappangewa Terpilih secara Aklamasi Jadi Ketua Umum FLP 2021-2025
  8. Penutupan Munas ke-5 FLP, Pemenang Anugerah Pena Tuntas Diumumkan
  9. Terpilih Nakhodai FLP, Gegge Mappangewa: Teman-Teman Kompasnya

1 comment:

  1. Wah keren, Kak... Nggak ngebayangin betapa riweuhnya ngeliput saat itu...

    ReplyDelete

Powered by Blogger.