Header Ads

Swasunting: Langkah-Langkah (Tulisan 4 dari 4)


Kita telah sampai pada bahasan terakhir tentang swasunting. Setelah mengetahui mengapa harus menyunting naskah sendiri walaupun ada editor, dan apa saja yang harus disunting, saatnya kita mengupas langkah-langkah untuk melakukan swasunting.

1. Endapkan Karya

Begitu tulisan selesai, biasanya kita merasa puas dengan hasil karya kita. Kepuasan itu bisa mencetuskan perasaan bangga sehingga kita menutup diri dari kemungkinan adanya ketidaksempurnaan pada karya tersebut. Secara naluriah, kita sebagai manusia memang cenderung memiliki ego tinggi dari kritik, bahkan dari kritik-sendiri.

Perlu waktu untuk mereduksi perasaan antikritik tersebut. Selama menunggu, kita bisa meninggalkan karya tersebut untuk beberapa lama. 

2. Cetak Naskah

Pernahkah Anda mengalami kejadian ketika banyak kesalahan dalam tulisan justru baru ditemukan setelah naskah dicetak? Saya sering mengalaminya. Saya sudah mengecek berkali-kali suatu karya pada aplikasi pengolahnya, sehingga saya yakin bahwa semua hal sudah benar. Ketika karya (tulisan, gambar, dan lain-lain) itu sudah diubah dalam format final (PDF, JPG, dan sebagainya), dicetak, atau dipublikasikan di media daring, barulah kesalahan demi kesalahan saya jumpai.

Berdasarkan pengalaman tersebut, saya menyarankan supaya Anda mengubah naskah yang ingin Anda sunting ke dalam format final. Format cetak paling baik, karena mata tidak akan selelah saat memandang komputer dengan format tulisan yang sama. Melalui format cetak, Anda juga bisa mencorat-coret naskah tersebut secara manual apabila ada kesalahan yang ditemukan. Meskipun demikian, sebagian orang mungkin menganggap ini merupakan bentuk pemborosan kertas.

Oleh karena itu, alternatifnya adalah mengubah format dokumen menjadi format "baca", misalnya PDF. Anda juga bisa membuat akun khusus pada media sosial, lalu Anda kunci akun tersebut sehingga hanya Anda yang bisa mengaksesnya, lalu unggah karya Anda di sana. Biasanya kesalahan akan lebih tertangkap mata jika tulisan tersebut dimuat dalam media sungguhan.

3. Ubah Sudut Pandang

Setelah meninggalkan karya Anda untuk beberapa waktu yang lama dan mencetaknya, Anda bisa kembali menyapa karya Anda tersebut sebagai orang lain. Bayangkan Anda bukan sebagai penulisnya. Bayangkan tulisan itu ditulis oleh orang lain. Pada dasarnya, kita lebih mudah menemukan kesalahan orang lain daripada kesalahan diri sendiri. Dengan menganggap diri Anda sebagai orang yang tidak ada kaitannya dengan karya itu, Anda bisa lebih objektif dan tega dalam menilai karya tersebut.

4. Baca Tulisan dengan Keras

Lafalkan kata-kata yang sudah Anda tulis dengan bersuara, bukan membatin. Baca dengan intonasi yang selaras dengan tanda baca yang ada. Membaca dengan keras mengaktifkan tidak hanya fungsi mata, tetapi juga fungsi telinga, bibir, bahkan hidung. Lebih banyak indra yang terlibat membuat Anda lebih peka terhadap kesalahan yang mungkin ada.

Jika satu kalimat yang Anda baca harus dihentikan di tengah karena Anda kehabisan napas, itu berarti kalimat Anda terlalu panjang. Berikan jeda, kalaupun tidak dengan titik, ya dengan tanda koma sebagai kode untuk menjeda sementara bacaan.

Jika telinga Anda tidak bisa menangkap maksud ucapan Anda dalam sekali baca, berarti ada yang salah juga pada kalimat tersebut. Mungkin ada kalimat yang ambigu dan terlalu berbelit-belit, atau logika yang kurang sempurna.

5. Buka Kamus

Untuk memastikan apakah ejaan yang kita gunakan sesuai dengan kaidah, kita perlu sering-sering membuka kamus. Selain itu, kamus juga memberikan deskripsi kata-kata sehingga kita tidak salah menggunakannya. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) masih menjadi pedoman terlengkap dan termutakhir tentang ejaan bahasa Indonesia, karena kamus ini disusun oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Lain halnya dengan bahasa Inggris; ada banyak kamus yang bisa dijadikan rujukan tentang bahasa ini, misalnya Lexico dari Oxford, Cambridge, dan Merriam-Webster.

Selain kamus, penting juga membuka panduan-panduan lainnya seperti Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) untuk mengecek aturan pemakaian huruf, tanda-tanda baca, dan susunan kata dan kalimat.

6. Gunakan Aplikasi

Sampai tahap tertentu, aplikasi komputer dapat membantu kita menemukan kesalahan-kesalahan ejaan dalam karya kita. Kalau beruntung, aplikasi tersebut juga bisa mengecek tata bahasa dalam karya kita.

Microsoft Editor merupakan salah satu aplikasi yang sejauh ini paling saya percayai ketelitiannya, baik untuk bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia (walaupun tidak selengkap bahasa Inggris, terutama untuk kata turunan). Sayangnya, Microsoft Editor merupakan aplikasi berbayar. Aplikasi-aplikasi lain seperti Google Docs cukup baik, terutama untuk bahasa Inggris, tetapi saya sempat menemukan ada ejaan yang benar dalam bahasa Indonesia tetapi ditandai salah dan saran yang muncul justru merupakan ejaan yang salah; mungkin database-nya belum update. Salah satu aplikasi pengecekan untuk bahasa Indonesia adalah ejaan.id, yang memberi saran kata-kata yang tidak baku.

Walaupun tidak sepenuhnya bisa diandalkan, aplikasi-aplikasi yang ada memberi kita gambaran kata-kata mana saja yang saltik, sehingga meringankan beban kita dalam mengoreksi.

* * *

Dalam prosesnya, kita mungkin belum terlalu mahir menyunting tulisan sendiri. Kita perlu berkali-kali membuka kamus, membuka panduan kebahasaan, dan teori-teori kepenulisan. Meskipun demikian, belajar dengan praktik langsung akan lebih efektif daripada hanya membaca rumus tanpa pernah mengaplikasikan. Swasunting adalah salah satu proses mempelajari tulisan. Semakin sering kita melakukan swasunting, kita akan semakin mengenal bentuk-bentuk kalimat dan teknik kepenulisan. Pada akhirnya, kita akan semakin mahir dan karya kita semakin bagus sejak pengerjaan pertama, sehingga tidak perlu terlalu banyak melakukan proses penyuntingan.

No comments

Powered by Blogger.