Header Ads

Nama Orang

Berawal dari kegemaran mengikuti pertandingan bulu tangkis internasional, saya jadi punya kebiasaan mengamati nama-nama orang serta kekhasan nama-nama orang di tiap negara.

Orang China konsisten menuliskan nama marga mereka di depan, diikuti satu atau dua suku kata (atau karakter?) sebagai nama pemberian. Ada nama Lin Dan yang cuma punya dua suku kata, ada pula nama Huang Yaqiong yang terdiri dari tiga suku kata. Orang Korea juga demikian. Kalau mendengarkan orang lain ngomong bahasa Korea di medsos, sepertinya kata mereka terdiri dari beberapa suku kata, nama orang Korea konsisten terdiri dari tiga suku kata sebagaimana orang, misalnya Lee Yong Dae. (Ada, sih, yang dua suku kata, tapi kayaknya jarang).

Orang Jepang memang memiliki format penamaan serupa, nama depan sebagai nama keluarga, tetapi kalau mereka menuliskan namanya dalam aksara latin, nama mereka dibalik: nama keluarga di belakang. Misalnya, æ¡ƒç”° 賢斗 (baca: Momota Kento), tapi nama resminya di BWF adalah Kento Momota.

Sistem penamaan Barat sebagaimana sudah diadopsi sebagai sistem internasional: nama keluarga di belakang. Meskipun demikian, ada beberapa hal unik yang saya lihat. Orang Spanyol (atau negara lain dengan budaya Spanyol yang kental, seperti Amerika Latin) menggunakan dua nama belakang: nama marga ayah diikuti marga ibu. Hanya saja, mereka juga sering menyingkat nama dengan hanya menyertakan nama pertama diikuti marga ayah untuk keperluan-keperluan yang hanya perlu nama singkat. Contohnya, mantan juara dunia tiga kali yang dikenal dengan nama Carolina Marin, ternyata  punya nama yang lebih panjang: Carolina María Marín Martín.

Nama orang Denmark masih sering membuat saya bingung. Ada atlet beberapa yang memiliki dua nama belakang, tapi di kaus hanya tertulis nama belakang pertama. Lihat saja di kaus Joachim Fischer Nielsen, nama yang tertulis di punggungnya adalah Fischer. Apakah mereka juga menganut sistem yang sama seperti Spanyol, mencantumkan marga ibu juga, bedanya marga ibu disebut lebih awal daripada marga ayah?

Orang India lain lagi. Mereka suka sekali menyingkat nama, bahkan lebih parah dari orang Indonesia. Orang Indonesia memang sesekali menyingkat nama, tapi untuk dokumen resmi, mereka masih mencantumkan nama selengkap mungkin. Nah, orang-orang India ini... Bahkan pada data-data formal seperti bulu tangkis atau karya ilmiah, mereka bisa menyingkat nama depan atau bahkan nama belakang. Kadang tata penulisannya pun dibolak-balik. Pebulu tangkis yang namanya bisa jadi contoh adalah Srikanth Kidambi. Dulu sekali, saya lebih sering baca nama K. Srikanth, jadi saya kira nama keluarganya Srikanth. Belakangan, namanya tertulis Srikanth Kidambi, dan nama Kidambi sering disebut komentator (yang memang selalu menggunakan nama belakang untuk menyebut pemain).

Dari semua itu, saya melihat satu kesamaan: sebagian besar nama mereka merupakan nama dalam bahasa masing-masing. Nama orang China, ya, dalam bahasa China. Begitu pula nama orang Korea dan Jepang, saya belum menemukan ada orang Jepang bernama lahir seperti nama Barat, kecuali mungkin di-Jepang-kan. Jadi, dari nama saja, kita sudah bisa tahu asal negara si empunya nama.

Nama-nama orang Barat secara umum terlihat jelas sebagai orang Barat, walaupun sedikit sulit ditebak asal negaranya. Ada pemain bulu tangkis bernama Lauren Smith, yang mungkin sudah terdengar sangat nginggris. Namun, ketika mendengar nama Gabriela Stoeva, belum tentu kita bisa menebak asalnya dari Bulgaria, walaupun mungkin kita merasa namanya terasa seperti nama Balkan. Yang jelas, rasa Eropanya masih terasa. Bisa jadi, ini karena kebudayaan di Eropa memang saling memengaruhi. Meski begitu, pengaruhnya sepertinya tetap terbatas di kalangan Eropa sendiri. Jarang ada orang Barat yang namanya sangat khas Asia, misalnya, kecuali dia punya leluhur asal Asia, itu pun kemungkinan besar leluhur yang selisih generasinya dekat yang baru migrasi ke Barat dan menjadi warga negara sana. Contohnya, ketika mendengar nama pemain tunggal putra Inggris Rajiv Ouseph, hampir seketika itu juga kita teringat nama India, dan memang dia beretnis India. Atau, walaupun Nhat Nguyen membawa bendera Irlandia ketika bermain, siapa yang tidak langsung terpikir Vietnam sebagai negara asalnya?

Nama orang India sebagian besar memang sangat India. Ada yang dicampur nama Barat, tapi masih ada nama Indianya. Misal, Arun George. Ada, sih, yang namanya ke-Arab-Arab-an, yang mungkin langsung ketahuan kalau dia muslim, tapi ya... muternya masih di sekitar wilayah itu aja, jarang yang terpengaruh nama China, misalnya.

Nama-nama orang Malaysia (dan Singapura) sedikit unik. Ketiga etnis terbesar di sana adalah Melayu, China, dan India; masing-masingnya seolah mempertahankan ciri khas penamaan masing-masing etnis. Kalau dulu kita mengenal nama pemain Misbun Sidek, hampir bisa dipastikan mereka berasal dari etnis Melayu. Legenda hidup Malaysia lainnya adalah Lee Chong Wei, yang dari namanya, jelas-jelas dia beretnis China. Yang beretnis India? Ada Selvaduray Kisona, yang sebagaimana nama India lainnya, sulit dipastikan aslinya mana nama depan, mana nama belakang. Oh iya, ada juga sih, yang namanya sangat Barat, tapi dari nama marganya, bisa ditebak dia etnis apa: Shevon Jemie Lai.

Nah, ketika saya kemudian mengamati nama-nama atlet Indonesia, yang pertama kali terlintas di benak saya adalah: campur aduk dan tidak bisa ditebak!

Ada yang namanya sangat Indonesia, seperti Hendra Setiawan. Ada yang namanya berasal dari bahasa Arab, misalnya Mohammad Ahsan. Ada yang namanya seperti orang Barat, yaitu Daniel Marthin. Ada yang namanya sangat Chinese, misal Liem Swie King. Ada yang namanya campuran semacam Kevin Sanjaya Sukamuljo atau Anthony Sinisuka Ginting.

Kecuali yang namanya sangat Chinese, hampir sulit dipastikan etnis asal pemilik nama. Baik yang namanya sangat Indonesia maupun yang kebarat-baratan, ternyata berasal dari etnis China.

Yang namanya jelas-jelas bernuansa Arab pun, belum bisa dipastikan kalau dia muslim. Ahsan memang muslim, tapi Liliyana Natsir bukan. Padahal, kalau mendengar nama Natsir, bisa jadi kita langsung teringat nama Mohammad Natsir, politisi yang ulama. Sebaliknya, pemilik nama kebarat-baratan belum tentu Nasrani. Leo Rolly Carnando dan Pia Zebadiah Bernadet adalah dua nama yang sukses mengecoh saya, mengira mereka Nasrani padahal keduanya muslim tulen (bukan mualaf).

Mungkin memang ini uniknya Indonesia. Orang bisa menamai anak mereka sekehendak hati, tanpa terikat aturan nama depan, nama belakang atau nama keluarga (kecuali suku atau etnis tertentu yang sebenarnya banyak), atau jumlah kata atau suku kata (ingat yang namanya cuma N atau yang sampai 19 kata?). Tak ada limit bahasa yang digunakan juga menjadikan orang Indonesia kreatif memberikan nama: nama lokal, nama Sanskerta, nama Arab, nama Barat, bahkan semuanya bisa dicampur aduk dalam satu nama.

Jadi teringat lagu anak-anak tahun '90-an dulu:

Indonesia negeriku
Orangnya lucu-lucu
Macam-macam budayanya

Ini memang salah satu keseruan mengikuti perkembangan olahraga internasional, bisa mengamati budaya dunia. Sekarang, mari kita lanjut nonton All England. :)

1 comment:

  1. Apa karena efek terlalu banyak budaya dan selera yang masuk ke sini ya... :D

    ReplyDelete

Powered by Blogger.