Header Ads

Tour-nate (Bagian 3)

Salah satu hal yang sangat mencolok antara kepulauan Maluku dengan Jawa adalah waktu matahari terbit. Di Jawa, setidaknya Jawa bagian tengah, pada pukul 6 pagi, langit sudah benderang. Sudah bisa shalat Dhuha. Sewaktu saya berkunjung ke Ternate, pukul 6 pagi belum terlalu terlambat untuk shalat Subuh di awal waktu. Matahari baru terbit sempurna pukul setengah 7 lebih.

Karena kedatangan saya bersamaan dengan waktu libur nasional yang cukup panjang, saya tak tahu rutinitas keseharian warga lokal. Hanya saja, kalau sekolah dan kantor beraktivitas pada jam yang sama dengan kebiasaan saya di Jawa, yaitu pukul 7.00-7.30, mungkin situasi alam ini bisa mendukung supaya tidak tidur lagi setelah Subuh.

Namun, bisa juga aktivitas harian tetap menyesuaikan terbit dan terbenamnya matahari. Soalnya, kata orang yang saya temui, pukul 9 malam justru puncak aktivitas masyarakat setempat.

"Kalau ngajak Zoom," katanya, "di Jawa pukul 7.30 WIB, jangan khawatir kalau di sini sudah pukul 9.30 WIT. Itu masih terhitung sore."

Apa ini, ya, penyebab stereotipe yang beredar di kalangan beberapa orang Jawa, bahwa orang timur itu "pemalas"? Setelah melihat sendiri, saya kira itu hanya masalah perbedaan waktu matahari dengan waktu jam saja. Sekitaran jam matahari terbit pun, di Jawa juga tidak seramai itu, kecuali mungkin di Jakarta dan sekitarnya.

Nah, ada video singkat, nih, bagaimana suasana Ternate sekitar pukul 17.45 sampai 16.30-an (lupa diambil jam berapa). Masih seterang ini!

Hal unik lain yang membedakan Ternate dari Jawa, menurut cerita kerabat yang menjadi "guide" kami, adalah: kamu bisa meninggalkan sepeda motor di pinggir jalan dengan kunci masih menggantung pada lubangnya tanpa takut motor itu akan hilang.

Kenapa begitu?

Ya, kalaupun ada yang mau maling motor, mau lari ke mana, coba? Luas Ternate cuma 76 km², bisa dikitari sesiangan doang, sekelilingnya laut. Hahaha.

Ups, maafkan kalau dari tadi membandingkan antara Jawa dan Ternate melulu. Soalnya, agak lucu juga buat saya ketika di Ternate, saya malah menjumpai banyak orang Jawa. Entah apakah ini efek dari program transmigrasi, atau penduduk Jawa sekadar mencari peruntungan karena terlalu banyak persaingan kerja di pulau asal.

Orang-orang Jawa yang saya temui di Ternate, di antaranya adalah keluarga besar calon istri adik saya, rekan-rekan kerja adik saya (yang kantornya memang di Maluku Utara), bahkan make up artist yang merias kami pun ternyata orang Jepara!

Ya, tujuan utama saya dan rombongan datang ke Ternate memang untuk menghadiri pernikahan adik saya. Mengingat adik saya orang Jawa, demikian juga calonnya meskipun sudah belasan tahun tinggal di Ternate, kami sempat menginginkan agar prosesi pernikahan lebih mendekati budaya Jawa dan tidak terlalu ribet.

Tapi, namanya di "negeri" orang, tampaknya tak bisa 100% meninggalkan budaya tempat tanah dipijak.

Ada sebuah tradisi, di Ternate... atau mungkin tradisi Papua, karena salah seorang kerabat mempelai wanita ada yang dari Papua? Yang jelas, ada tradisi bahwa setelah akad nikah, pengantin laki-laki akan mendatangi mempelai perempuannya yang menunggu di kamar.

Ketika adik saya sebagai mempelai laki-laki ini mau masuk ke kamar, pintu kamar tertutup rapat oleh keluarga pengantin putri. Adik saya beserta segenap keluarga sempat kebingungan. Katanya tadi suruh masuk kamar, tapi kok pintunya malah ditutup rapat gini?

Lalu, salah seorang tamu yang ternyata merupakan istri atasan adik saya membuka amplop yang sedianya diniatkan untuk sumbangan pernikahan, dan memberikan isinya kepada adik saya untuk diselipkan melalui pintu kepada keluarga sang istri barunya itu.

Rupanya, menurut tradisi, pintu kamar memang hanya bisa dibuka setelah mempelai laki-laki melemparkan sejumlah uang ke pintu sampai keluarga menerima. Semacam tradisi Palang Pintu, mungkin, ya.

Untung saja ibu kepala yang memang asli orang timur itu paham tradisi yang berlaku. Bayangkan saja kalau adik saya yang kebingungan itu pasrah saja dengan pintu yang tertutup, mengira memang tidak boleh masuk, lalu kembali ke ruang depan! Haha!

4 comments:

  1. waaaah unik sekali
    ditunggu pov dari mempelai wanitanya ya, hahaha

    ReplyDelete
  2. Beda zona waktu saat berpindah daerah seringkali bikin agak tercengang ya... Tapi unik juga saat diamati.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jetleg bukan secara fisik, tapi mental, hehe

      Delete

Powered by Blogger.