Mengundang Anak Yatim
Pernah sekali saya datang ke sebuah walimatul 'ursy. Ada satu rangkaian acara yang, pada waktu itu, belum pernah saya jumpai di acara walimah lain saya hadiri, yaitu penyerahan bingkisan kepada anak yatim. Anak-anak dari panti asuhan yang sudah dipilih dipanggil ke panggung, lalu mempelai menyerahkan masing-masing sebuah goodie bag kepada anak-anak itu.
Di lain waktu, saya juga mengikuti sebuah pengajian yang salah satu agendanya serupa: penyerahan santunan kepada anak yatim. Sistem penyerahannya kurang lebih sama, hanya saja kali ini anak-anak itu dipanggil sesuai nama masing-masing.
Pernah juga ada unggahan Instagram lewat, sekelompok sosialita baru saja mengadakan acara buka bersama. Salah satu fotonya menunjukkan bahwa mereka turut mengundang dan memberikan santunan kepada anak yatim.
Saya tahu, bahwa menyantuni anak yatim merupakan sunnah yang sangat utama, termasuk mengundang anak yatim ke acara-acara semisal walimah. Tapi ada yang mengganjal di hati ketika melihat anak-anak yatim itu dipajang di hadapan hadirin, lalu pembawa acara mengumumkan bahwa mereka ini anak yatim (piatu) dari panti asuhan A atau pondok B. Seperti memperjelas bahkan memamerkan status yatim (piatu) mereka.
Sepaham saya, sunnah mengundang anak yatim itu bukan berarti mengundang anak-anak itu secara khusus karena keyatimannya. Lebih ke... kalau ndilalah kenalanmu itu yatim, jangan tidak mengundangnya dengan sengaja. Eh, gimana, sih, ya? Paham, ndak?
Misal punya circle A, B, dan C. Circle A isinya orang kaya, circle B isinya anak yatim dan fakir miskin, circle C isinya orang biasa aja. Jangan sampai hanya mengundang circle A dan C saja, tapi sertakan juga kenalan dari circle B. Jadi, tidak harus secara khusus mengundang anak-anak dari pondok/panti.
Tapi, seandainya memang ada sunnah mengundang anak yatim secara khusus, atau butuh laporan kepada donatur bahwa santunan sudah disampaikan kepada sasaran, saya kira sebaiknya jangan sekadar mengundang mereka ke panggung lalu diberi santunan. Sebagai anak yatim sendiri, jika saya ada di posisi itu, kayaknya saya justru malah merasa itu agak "merendahkan" karena terkesan dikasihani. I don't need that.
Jadi, gimana, dong?
Usul saya, ajak mereka terlibat dalam acara. Misal, undang mereka untuk perform, entah baca Qur'an, entah menampilkan nasyid, atau pentas sandiwara. Lalu, berikan santunan itu sebagai "imbalan" atas penampilan mereka. Dengan ini, setidaknya anak-anak itu berpikir bahwa "saya diberi sesuatu bukan sekadar karena saya yatim, tapi atas usaha/upaya saya sendiri." Masih ada sedikit harga diri, lah, setidaknya.
Setuju kak, jadi kesannya tidak merendahkan yang diberi santunan 😁
ReplyDeleteTapi entah juga, sih, anaknya tetep sadar atau tidak 😅
DeleteBenar juga... Terima kasih insight-nya, Kak. Jadi pengingat kalau terlibat di acara-acara sejenis di masa depan.
ReplyDeleteKalau ada ide lain, boleh berbagi, Kakak... Siapa tahu lebih bisa menghargai mereka... 💙
Delete