Header Ads

Obituari: Enam Dekade


Bapak,

Bagaimana rasanya, ketika Bapak harus mengalami apa yang sebelumnya hanya didengar atau dibaca melalui berita-berita elektronik yang berseliweran? Aku tahu, Bapak sempat mencoba menghindar, walaupun takdir tetap berubah demikian cepatnya sebagaimana membalikkan tangan.

Bagaimana rasanya, ketika berada di ruangan sepi, hanya bertemankan Allah, Bapak mendapatkan kabar itu? Kabar yang nyaris seperti vonis kematian, karena saat itu belum ditemukan obat untuk penyakit yang mewabah di muka bumi, dan kejadiannya bisa saja lebih cepat dari penyebaran berita-berita di era modern ini?

Bagaimana rasanya, walaupun tak tahu berapa lama lagi waktu yang Allah berikan untuk Bapak, Bapak menghadapi vonis kematian itu? Apakah Bapak mengambil kesempatan itu untuk banyak-banyak bertaubat dan memaksimalkan ibadah saat itu? Membasahi lidah dengan zikir dan menyeru Allah, sebagaimana yang kudengar dari luar pintu besi itu: takbir dan tahlil.

24 jam.

Itulah kurang lebih waktu yang Allah sisakan untuk Bapak, sejak datangnya vonis itu hingga dokter menidurkan Bapak dengan obat-obatan, sehingga saat itulah Bapak sudah tidak terkena kewajiban ibadah, tidak pula mampu menjalankannya secara sadar.

Apa yang Bapak alami dalam ketidaksadaran itu? Apakah Bapak dapat merasakannya ketika sakaratul maut datang? Di alam manakah sakaratul maut bagi orang yang tidak sadar? Apakah hukum yang berlaku sama dengan sakaratul mautnya orang yang sadar?

Bapak,

Kadangkala, aku iri dengan kematian Bapak.

Allah beri Bapak isyarat nyata bahwa malaikat maut sedang menghampiri. Allah beri Bapak sedikit waktu untuk mendekat pada-Nya, untuk ibadah sebanyak-banyaknya, dan meminta maaf pada sesamanya. Jika tindakan dokter untuk menidurkan Bapak sama dengan mengakhiri masa sadar Bapak, bukankah Bapak memiliki pilihan atas lafal terakhir yang Bapak ucapkan?

Allah beri Bapak ujian penyakit yang sedemikian beratnya, yang Allah sendiri janjikan pengampunan dosa bagi manusia melalui penyakit-penyakit yang diderita. Walaupun penyakit itu akut, tetapi Allah tidak memperlama penderitaan Bapak. Kiranya Bapak kembali dengan dosa-dosa yang telah terampuni.

Allah jadikan pula pengurusan jenazah yang mudah bagi Bapak. Bapak dipanggil kala Subuh, sehingga pengurusan jenazah bisa disegerakan sesuai sunnah. Dengan protokol yang ketat itu, Allah lindungi pula kami dari kesyirikan-kesyirikan yang mungkin dipaksakan atas masyarakat yang belum paham, Allah jadikan alasan-alasan penghindaran itu bagi kami yang juga dapat diterima masyarakat tersebut.

Allah beri Bapak wasilah kematian berupa penyakit pandemik, yang diqiyaskan para ulama dengan tha'un, wabah. Orang-orang yang meninggal karena itu, Allah janjikan pahala syahid bagi mereka. Semoga kemuliaan sebagai seorang syahid juga diberikan atas Bapak.

Sampai sekarang, aku masih belum bisa melepaskan kekalutan karena tidak menyaksikan sendiri akhir Bapak. Tidak bisa mentalqinkan kalimat-kalimat thayyibah itu di telinga Bapak. Sakaratul maut seperti apa yang Bapak alami?

Pikiran itu masih menghantui. Sebab tak ada kepastian yang kutahu. Apakah itu cara Allah agar aku senantiasa melantunkan doa untuk Bapak?

Hari ini, enam dekade sejak Bapak dilahirkan. Seandainya Bapak masih hidup, inilah saatnya Bapak pensiun dari jabatan Bapak sebagai guru. Akan tetapi, Allah telah memilihkan waktu pensiun bagi Bapak dari kehidupan dunia dengan cara-Nya.

Tiga tahun, kurang dan lebih beberapa hari sejak kita terakhir berjumpa, sejak Bapak meninggalkan alam dunia. Tiga tahun yang serasa berabad-abad. 

Seandainya seluruh rinduku ditukar dengan istigfar untukmu, rasanya itu tidak akan pernah cukup.

No comments

Powered by Blogger.