Header Ads

Cintaku Tak Memandang Masa Lalu


Fanfiction of Serial Akta (Jazimah Al Muhyi)
Collab: Me & Siti Jazimah

"Mam, jaman sekolah ada yang naksir nggak?"

Akta memandangi Alia, putri sulungnya yang tahun depan akan masuk SMP, dengan senyum. Senyum dikulum. Menahan ledakan tawa.

"Mam, adakah dulu yang seperti Dilan? Ngejar-ngejar gituh?"

"Emmm ...." Akta masih menimbang-nimbang kata.

Tiba-tiba dari balik lemari baju terdengar suara lantang, "Ceritain nggak yaa!"

Mendengar suara itu, Alia berlari ke Apapnya.
"Oh hiyaa. Apap dan Amam dulu satu SMA, kan? Seangkatan bahkan. Gimana ceritanya, Pap? Ada yang naksir Amam nggaak?"

Galang alias Zeus tertawa.

Alia jadi curiga. Keningnya berkerut, lalu tak lama kemudian tawanya pecah.

"Aku tahu aku tahu. Dilan itu pastilah Apap. Iya, kaaan?"

Galang masih terus tertawa.

"Ceritain nggak ya, Mam? Mending ceritain apa nggak sih?"

Zeus menatap Akta sepenuh cinta, seperti sejak pertama bertemu di samping gerbang SMA.

Alia kesal. Permintaan mendengar cerita orang tuanya lagi-lagi diabaikan. Sambil mengentakkan kaki, dia berjalan menuju gudang, siapa tahu ada perabot bekas yang bisa disusun sendiri menjadi mainan.

Ah ya, benar. Ada yang menarik di ujung sana. Tapi jauh. Alia sedikit kesulitan mencapainya. Harus menjulurkan tangan melewati rak buku-buku bekas.

"Aaaargh!" serunya ketika gapaian tangannya menggoyangkan rak buku. Setumpuk buku jatuh menimpanya.

Apap dan Amam saling pandang. Kok teriakan Alia cuma sebentar? Habis itu malah dia tertawa. Keduanya buru-buru berlari menuju sumber suara.

"Alia!" seru Akta dan Zeus bersamaan.

Yang dipanggil langsung menoleh. Di tangannya ada buku hijau dengan lubang kunci mini yang sudah berkarat dan tidak berfungsi. Rasa-rasanya, Akta mengenali buku itu. Ingatannya datang bersamaan dengan pertanyaan polos Alia.

"Mam, Anhar itu siapa, sih? Kok banyak disebut di sini."

"Eemm ... Anhar itu ketua kelas. Dia baik banget. Sholeh."

"Uhuk uhuk!"
Tiba-tiba ada suara batuk-batuk.

Alia tertawa. "Oooh, aku tahu aku tahu. Kayaknya Om Anhar ini dulunya naksir Amam juga yah?"

Zeus ngakak, Akta tergelak. Tanpa sadar mereka berbarengan bicara, "Ceritain nggak yaa?"

"Anhar adalah cahaya hidupku."

Alia sudah siap bersuit menggoda mendengar kalimat itu, tapi ekspresi terpananya berubah menjadi horor. Bagaimana tidak, ucapan tersebut terlontar dari suara lelaki!

Zeus sedikit salah tingkah melihat tatapan anak dan istrinya. Tentu saja, sang istri tahu apa makna kalimat itu bagi dirinya, tapi rupanya Alia memahami secara berbeda.

"Ja...jadi... Apap sama Om Anhar...."

Zeus tersenyum. "Om Anhar itu guru ngaji Apap yang pertama kali di SMA. Apap diajarin wudhu yang benar, sholat yang benar ...."

Alia terbelalak. "Emangnya jaman SMA Apap belum bisa wudhu dan sholat yang benar? Cemmana bisa gitu? Emangnya dulu agamanya bukan Islam?"

Zeus terbahak. Akta tergelak. Alia kesal lalu kakinya terhentak.

"Apaaap, aku tuh nanyanya super serius. Kenapa malah pada ketawa begitu? Aku lulus TK udah bisa sholat sama wudhu. Kok?" Alia manyun, tampak ogah melanjutkan kalimatnya.

Zeus mengelus putrinya, "Emmm, pernah belajar siih. Dulu kan Eyang juga panggil guru ngaji ke rumah buat ngajarin sholat, baca Qur'an. Tapi Apapnya bandel. Suka kabur. Trus guru ngajinya enggak datang lagi."

Alia menggeleng-geleng. Menatap Apapnya dengan kening berkerut mata bertaut. Tanpa senyum.
"Nakal sekali Apap ini ternyata. Huh!"

Lalu Alia mengalihkan pandangan matanya ke arah Akta, kemudian mengajukan tanya, "Apap nakal begitu rupa. Mengapa Amam mau aja?"

Zeus tersenyum geli mendengar pertanyaan putrinya. Tak ayal dia penasaran juga, kok Akta mau sih menerimanya? Padahal dulu kan...

Akta sendiri sudah bermuka semerah tomat. Bukan, tapi sudah seumpama habis makan geprek level 15. Duh, kids jaman now emang aneh-aneh aja.

"Dor!" seru Alia. Sebal, sekian detik berlalu, orang tuanya cuma saling pandang. Dia kan jadi ngerasa dicuekin.

"Erm..." Akta berdeham sambil memilah jawaban dalam kepalanya. "Iya juga, ya, kenapa Amam mau, ya?"

Ting tong.

Saved by the bell, batin Akta.

"Bukain pintu dulu, gih," suruhnya pada Alia.

Cemberut karena gagal lagi mendapatkan cerita utuhnya, Alia bergegas membuka pintu. Wajahnya berubah girang melihat siapa tamunya.

"Tante datang tepat waktu!" sambutnya pada wanita bergamis di depan pintu.

"Eh, memangnya kenapa, Al?" tanya tamu itu.

Bukannya mempersilakan masuk, Alia malah menodongnya dengan pertanyaan.

"Tante Diana bisa ceritain kisah Apap sama Amam jaman SMA, kan?"

"Wow, ada apa ini?"
Diana memandang Akta dan Zeus bergantian.

Diana mengerjapkan mata menggoda. "Serius nggak nih aku diijinkan cerita?"

"Iya, Tante. Iya. Ayo cerita. Gosah minta pertimbangan Apap ama Amam deeh. Pliiss," rajuk Alia sambil menggelendot manja.

"Kenapa sih, Say? Penasaran banget. Keknya lagi ada naksir teman sekolah niih," goda Diana.

"Iiihh, Tante jangan alihin pembicaraan. Hayuk lekas cerita. Kenapa Amam mau aja nikah sama Apap yang nakal?"

Zeus menutup mulut, menahan tawa.

"Emang Tante yang nyuruh gitu. Soalnya Apapmu bakal oleng lagi kalo Amammu menolak cintanya."

Alia berdiri sambil menyipitkan mata. "Apa, Tante? Oleng? Lagi? Something bad? Tawuran, mabuk, or something like that?"

Diana diam.

Zeus diam.

Akta diam.

Hening hampir setengah menit menyelimuti ruangan.

Alia duduk menunduk.

"Mungkin aku tak perlu mendengar ceritanya. Nanti aku sedih. Biarlah yang kutahu yang baik-baik saja tentang Apapku. Udah deh Tan, gosah diterusin ceritanya."

Akta sumringah.

Zeus bungah.

Diana bebas dari gelisah.

Bertiga mereka menuju ke Alia, menyerbunya dengan ciuman cinta.

Yang lalu biarlah berlalu. Yang terpenting kini adalah cintaku padamu, sepanjang waktu (Akta: 2020).

No comments

Powered by Blogger.