Header Ads

Akhir Mimpi 11 Tahun

Dua tahun lalu, last post di sini tentang Musda KAMMI Semarang. Sekarang sepertinya juga. Tapi kayaknya bukan murni tentang Musda itu sendiri, lebih pada cerita 2 tahun di dalamnya.

* * *

Sebagai seorang remaja, yang baru setahun diakui sebagai manusia (alias dihitung dosa dan pahalanya), aku pernah punya cita-cita mengenakan jaket merah KAMMI dan ikut aksi dengannya.

Lihatlah bagaimana takdir Allah bekerja. Aku pernah sedikit menyesali, kenapa aku tidak bisa kuliah di tempat yang jauh dari rumah. Tapi ini adalah cara Allah menjawab harapanku. Jika Dia tak menahanku di Semarang, harapan itu hanya parsial. Sebab, KAMMI mana lagi yang identik dengan jaket merahnya? Allah merengkuh impian itu, dan melunasinya tunai dengan menempatkanku di departemen yang bertanggung jawab terhadap aksi-aksi jalanan.

Meski begitu, terkabulnya doa itu ada konsekuensinya. Bergabung bersama KAMMI di level daerah, berarti kau harus mengabdi. Sudah bukan saatnya hanya "mencari pengalaman" untuk diri, seperti yang selalu dituliskan para pelamar organisasi, tapi seberapa jauh kau mampu berkontribusi untuk kepentingan ummat.

Sebagaimana aku meyakini kualitas-kualitas itu pada diri kawan-kawanku di KAMMI, rupanya seperti itu juga yang dilihat mereka padaku. Sampai-sampai aku merasa, mereka menilaiku terlalu tinggi. Padahal kalau mereka tahu bagaimana aku sesungguhnya, aku ragu mereka akan menerimaku di KAMMI. Aku takut, kelemahanku yang besar ini adalah penghalang bagi kerja-kerja dakwah tanpa disadari, sebab sudah lama aku tersembunyi di balik topeng keangkuhan, yang membuatku sesak napas karenanya.

Kuputuskan kembali menjadi diri sendiri, lengkap dengan keteledoran dalam bekerja dan mengambil keputusan. Maka begitulah, aku berulang-ulang mengambil keputusan yang kusesali di kemudian hari. Tetapi bukankah sudah menjadi kredo gerakan, bahwa "dunia adalah tempat untuk belajar"? Di balik keputusan-keputusan itu, aku banyak belajar tentang keikhlasan.

* * *


* * *

Di antara sekian banyak hal, KAMMI Semarang mungkin faktor terbesar yang membuatku bertahan di Semarang. Semester tua biasanya berarti meninggalkan dunia pergerakan dan fokus pada akademis, tapi dengan berada di sinilah aku masih bisa menikmati dunia yang tidak semua orang menyukainya. Khususnya aksi.

Sebagian orang akan mengkritisi kesenanganku akan aksi sementara beban akademisku menggantung di depan menuntut diselesaikan. But I have to confess that I face difficulties to do that, include lack of motivation, dan KAMMI-lah yang membuatku masih bertahan menghadapi semua itu. Dua tahun belakangan aku sudah nyaris tidak berinteraksi dengan orang-orang, dan kalau tidak berada di KAMMI, mungkin aku sudah meledak karena hanya berkutat dengan skripsi. Dengan bertemu anak-anak KAMMI, aku bisa menyalurkan sebagia pemikiran yang meletup-letup di kepala, dan setelah itu aku bisa kembali mengerjakan tugas akhir dengan tenang.

Capek? Jelas.

Kalau ada aksi, harus berangkat jam 7 dari rumah, supaya ada yang stand by di titik kumpul kalau-kalau ada komisariat yang datang awal. Sementara bocah-bocah yang lain baru turun dari Atas jam 9. Kecuali kalau aksinya pas car free day, aku selalu telat (mau gimana, BRT baru jalan setengah 6, belum lagi pas CFD selalu dibelokkan jalurnya, maka aku kudu muter-muter jalan kaki atau bahkan naik becak dulu).

Teman-teman pada punya motor, mayoritas dari Tembalang. Kalau syuro, mereka lebih dekat dan cepat, bisa berangkat setengah 5 dan sampai sebelum jam 5. Aku? Sewaktu sekre masih di dekat ADA Setiabudi, aku masih bisa berangkat jam setengah 4, dan sambil nunggu yang lain datang biasanya masih bisa jalan-jalan di ADA (daripada nganggur di sekre yang penuh ikhwan). Pas sekrenya udah pindah agak di ujung kompleks di Ngesrep, tepat habis Ashar harus berangkat, kadang malah nungguin Ashar di masjid deket sekre. Naik BRT, haltenya tanggung, harus jalan kaki dulu sampai gangnya, terus masuk-masuk lagi yang lumayan menguras tenaga. Sisi positifnya, sejak sekre pindah sejauh itu, berat badan turun sekilo. Haha...

Pernah juga, pas musim pilwalkot mengadakan survei. Surveyor (ini istilah Indonesia-nya apaaa??? Nggak nemu di KBBI) dari komisariat, KAMMDa sebagai otaknya saja, termasuk pengolah data. Tapi, agenda survei ini ternyata bentrok dengan berbagai agenda internal di komisariat maupun kampus masing-masing. Surveyor pada beralasan ada DM1 lah, sibuk pemira lah... belum lagi minggu-minggu terakhir semester emang pas padat-padatnya praktikum dan tugas besar. Walaupun sudah diiming-imingi honor per kuesioner, tetep aja banyak yang nggak terselesaikan.

Akhirnya yang bukan suveyor turun, termasuk aku dan Fatim yang harusnya di tim inti survei. Muter-muter nyari lokasi (yang ditentukan berdasarkan undian) melewati gang-gang sempit, belum lagi banyak lokasi yang ternyata invalid... Rasanya pengin nendang si ketua KAMMDa yang melakukan pengundian lokasi hanya berbekal data jumlah RT-RW tanpa mencari tahu jumlah RT di masing-masing RW. Sedikit bisa merasakan beban anak-anak komisariat yang mengeluhkan hal yang sama, tapi toh kalau diniati ternyata bisa juga selesai.

* * *

Capeknya pun bukan melulu capek fisik. Capek perasaan (ciee) juga sering.

Coba sebutkan, siapa anak KAMMDa yang satu kepengurusan sama aku, yang pernah ada di departemen yang sama TIGA tahun berturut-turut? Kalau ada, berarti kita senasib. Hehe...

Aku masuk setahun terakhir di periode 2012-2014, ditempatkan di Departemen Kebijakan Publik alias KP, yang praktisnya cuma punya 4 pengurus dalam setahun itu. Periode baru bermula, aku sempat dimasukkan ke Kaderisasi (gue sempet mikir, ini salah orang kali ya tim formatur?). Udah mulai nge-set otak dengan pemikiran anak-anak kaderisasi yang lurus-dan-taat-manhaj (berlawanan dengan anak KP yang biasanya nyeleneh dalam pemikiran, perkataan, dan perbuatan), aku diminta kembali ke habitat (alias KP) karena di situ kekurangan akhwat. Yeah, emang susah sih nyari akhwat KP. (Sombong dikit.)

Kembali ke KP beberapa hari sebelum Muskerda, si kadep ternyata udah bikin proker sendiri buat KP yang isinya... cuma 3, diringkas: diskusi, aksi, jaringan. Dan waktunya insidental semua. Eng ing eng! Dep (ngundang si kadep), ente kelupaan proker Daurah Siyasi!

Pas Musda kemarin, I had to thank him, karena berkat simpelnya proker yang dia bikin, persentase ketercapaian proker bisa 100%. Sebetulnya, karena tidak ada target kuantutatifnya, sekali diskusi, sekali aksi, dan sekali kunjungan aja sih udah cukup. Makanya jadi nambah-nambah kerjaan kayak DS dan survei pilwalkot.

Tapi yang menguras pikiran sih bukan itu. Si kadep (sebut saja Miqdad) mengalami kecelakaan di pertengahan semester pertama. Dan aku ditugasi sebagai plt selama dia harus menyembuhkan diri.

Di masa-masa inilah aku paling merasa sendirian seumur-umur aku di KAMMI. Anak-anak KP orang yang sibuk, "kader ummat" katanya, dan praktis hanya aku yang bisa fokus di KAMMDa. Dan yang lain hampir semua ikhwan angkatan di bawahku, agak sungkan untuk mengajak diskusi, atau meminta mereka yang sudah sibuk ini fokus di KP. Rasanya seperti bergerak sendiri, jujur saja.

Memang, dimasukkan ke grup PH sedikit membantu karena ada banyak pikiran-pikiran hebat yang meringankan bebanku. Apalagi mayoritas seangkatan, jadi lebih enak komunikasinya. Tapi tetap saja, aku tak bisa menggerakkan internal departemen sendirian, maka tiap ikut syuro PH, aku cuma bisa melaporkan, "KP belum ada agenda lain, dan para staf masih sama sibuknya seperti biasa." Lagi-lagi, tak mungkin aku minta bantuan secara teknis di internal departemen, mereka punya amanah masing-masing yang harus dipenuhi.

I was alone, and lonely. I need a friend, in any meaning.

Dan yang terpenting adalah, ini Departemen KP, satu dari dua departemen wajib yang ada di struktur KAMMI tingkat mana pun. Departemen ini butuh penggerak, khususnya di ranah pemikiran, sementara aku paling banter hanya penyelenggara. It needed leader, while I was (and am) a manager.

Lega sekali akhirnya ketika akhirnya ada yang bisa mengambil alih posisi Kadep secara utuh.

Meski begitu, fakta bahwa ada orang lain yang memimpin membuatku sedikit lupa diri. Aku larut dalam euforia terlepasnya beban itu dari pundakku, sehingga tidak sefokus sebelumnya di KP (khususnya pas DS... afwan ya, teman-teman, karena pikiranku benar-benar tidak bisa hadir di proker itu). Sedikit juga kehilangan kenyamanan perhatian dari teman-teman PH, yang sangat fokus membantu KP, sebab kesendirian yang sekarang bukan lagi karena ketiadaan teman di dalam, melainkan karena eksklusivitas KP agak membuatnya terisolasi dari teman-teman di luar departemen.

* * *

Menjalankan agenda-agenda di KAMMDa memang seringkali melelahkan, tapi juga menyenangkan. Kalau orang lain refreshing dengan jalan-jalan, piknik, atau naik gunung, pelarianku dari tekanan akademis cukup dengan syuro, misalnya. Kepuasan berantem dengan lawan bicara membuat kepala sedikit lebih ringan. Begitu pula waktu ada agenda-agenda lain, termasuk aksi. Well, walaupun aksi emang salah satunya buat refreshing, tapi bukan itu tujuan utama aksi. Jangan disalahpahami, please.

KAMMDa, juga, adalah satu hal yang membuatku merasa masih layak mengerjakan Tugas Akhir. I can hardly tell you why, and how. Yang jelas, aku masih bisa pasrah kalau ditarik dari semua amanah yang kupunya, tidak ditambahi lagi, demi fokus skripsweet, tapi untuk yang satu ini... don't.

Tiap ditanya kapan lulus, aku selalu jawab, "Barengan sama lulus dari KAMMDa." Walaupun faktanya ternyata kelulusan kuliah molor dari jadwal, tapi buatku itu sebuah janji bahwa waktunya haruslah berdekatan. Setidaknya itu cukuplah jadi motivasi baru, karena motivasi sebelumnya sudah purna.

* * *

Musda XI.
Jum'at-Ahad, 23-25 Desember 2016.

11 years ago, I dreamt of wearing this grandeur red jacket. Today, I wore it for the last time as a unity. In the future, I would not represent this pride, but may the pride will always be in me.

* * *


* * *

Aku bermimpi tentang hari ini
Di saat kita berdua selalu bersama
Dan bila nanti kau ingat kembali
Masa-masa inilah yang akan kita kenang selalu

Kau tak sendiri
'ku selalu bersamamu
Temani aku sampai habisnya waktu

Aku berjanji sampai tua nanti
Akan selalu ada jika kau butuh
Dan bila nanti dunia tak mengerti
Berpalinglah padaku tempat teraman untuk dirimu

Biarkan saja hidup tak mudah
Asal kau selalu ada

(Tentang Mimpiku -- Mytha)

No comments

Powered by Blogger.