Header Ads

Presidium (Catatan Musda KAMMI Semarang)

Waktu lagi heboh tentang sidangnya DPR yang ributnya ngelebihin anak TK, dengan hujan interupsi di mana-mana, sampai dihujat kanan kiri, sampai peserta sidang naik ke podium dan memijit sang pimpinan sidang, gue berkata dalam hati, "Hebat banget Ceu Popong bisa tenang ngadepin semua itu. Kalau gue dalam posisi dia, gue bakal meledak, nggak bakal setenang itu."

Gue bisa berkata begitu, karena seumur hidup gue yang baru 22,5 tahun ini, gue belum pernah jadi pimpinan sidang. Tapi semua berubah sejak negara api menyerang, eh, sejak Musda X KAMMI Semarang.

Semua ini gara-gara orang yang sering disebut sebagai musuh bebuyutan gue. Okelah, mungkin ada oknum-oknum terlibat di dalamnya, tapi orang satu ini yang menyulut api. Kejadiannya, saat itu adalah sesi pemilihan presidium sidang tetap (yang bener "Presidium Sidang Tetap" atau "Presidium Tetap Sidang, sih? Kan artinya bisa beda, CMIIW). Dalam sesi itulah Akh Hermawan ini mengungkapkan usulannya. Gue udah curiga sejak dia ngasih alasan bahwa presidium sementara kurang tegas. Beberapa orang di sekeliling gue mengemukakan spekulasinya dengan suara pelan, tapi spekulasi mereka terbukti salah. Justru firasat gue yang bener: gue menjadi satu dari 6 calon presidium tetap. Dan waktu verifikasi kesediaan calon, gue rada keki waktu alasan gue, bahwa gue bersedia dicalonkan jika dan hanya jika udah gak ada ikhwan yang layak di ruangan itu, ditolak mentah-mentah oleh geng pengusul yang mayoritas merupakan bocah2 KAMMDA. Hish, padahal alasan Fatma, yang lebih dulu dicalonkan oleh para akhwat, mereka terima seperti halnya 2 calon lainnya. Otomatis gue jadi presidium 2, itu pun berdasarkan urutan usulan pencalonan. FIX, ikhwan di ruangan itu pada cemen semua. >,<

Sedikit "dendam" sama komplotan itu, pas disodori mic untuk memperkenalkan diri setelah 2 presidium lain yang memperkenalkan diri sebagai "Akhi Afif" dan "Akhi Arjun", mendadak timbul niat iseng buat sedikit mengacaukan suasana. Gue memperkenalkan diri sebagai "Akhi Fadhila". Hehehe... Gemuruh tepukan dan sorakan dari barisan depan (fans gue yang menumbalkan gue itu) atas perkenalan diri gue lumayan bisa melampiaskan perasaan gue yang nervous karena harus menjadi sorotan peserta dari Kudus sampai Salatiga. Emang sih, orang yang belum kenal gue mungkin menganggap gue pede banget ngomong gitu di hadapan forum yang terhormat, tapi orang-orang yang mengenal gue cukup lama pasti udah ngerti kebiasaan gue yang sok ngaku sebagai ikhwan. :p

Daripada ngelamun di depan, gue kumat kebiasaannya nulis acak pakai aksara Jawa di satu-satunya kertas yang gue bawa ke sidang. Gue melampiaskan semua kekesalan, karena dengan mengantarkan gue ke podium pimpinan ini, sama saja dengan membungkam mulut gue untuk bikin rusuh sidang. Hahaha... FYI, dalam beberapa sidang yang gue ikuti, beberapa kali pula gue bikin rusuh dengan pertanyaan-pertanyaan yang kadang dibilang bisanya cuma mempertanyakan tanpa solusi (lha meh piye meneh, kalimat draft-e wae wis wagu). Di satu sisi ini bisa membuat suasana dinamis kalau peserta lainnya juga kritis, atau menjadi paling sadis kalau peserta lainnya "terima nasib" aja. Di sisi lain, mungkin ini juga bikin gerah pihak-pihak tertentu yang mungkin merasa dirugikan dengan komentar-komentar gue (haha, ge-er).

Untungnya malam itu sidang selesai sampai di situ. Tidak ada pembahasan yang harus dipimpin presidium tetap untuk malam ini. Paling nggak gue punya waktu lebih dari seperempat hari buat mempersiapkan diri. Sayangnya, gue nggak bisa tidur sampai hampir jam 2, tidur pun disela oleh kesadaran. Padahal, tanpa gue tahu saat itu, 2 jam tidur-tak-nyenyak itu menjadi satu-satunya tidur gue sampai 24 jam ke depan.

* * *

Gue nggak tahu seberapa detail seharusnya gue mencatat jalannya sidang (meskipun posisi notulen biasanya diambil oleh presidium 3, gue menawarkan diri ikut mencatat), maka gue menjadi pencatat agenda berdasarkan waktu. Kesepakatan sidang semalam, sidang dimulai lagi pkul 8.00, tapi baru pada pukul 8:23 Afif mengatur tempat duduk peserta agar rapi, dan pending baru dicabut pukul 8:26. Setelah kuorum dinyatakan terpenuhi pada 8:29, pemaparan LPJ oleh Ketua KAMMDA pukul 8:30. Pukul 8:34 para Pengurus Harian duduk berjejer di kursi di depan presidium, menghadap hadirin.

Laporan yang sepenuhnya disampaikan Pak Barri nggak semua sempat gue catat saking cepatnya, tapi gue berpendapat, toh masih ada softfile-nya kalau nanti diperlukan. Gue cuma sempat nyatet bahwa pelaksanaan kuantitatif Departemen Kaderisasi 82%, Sosmas 89%, dan KP, Pekom, Humas, Ekonomi, LSO PP, serta Instruktur 100% (cmiiw).

Pukul 9:13, agenda dikembalikan pada presidium. Mulai waktu itu pula, debat selama 32 menit berlangsung panas, sekadar membahas teknis dialog pembahasan LPJ oleh Komisariat. Waktu 20 menit untuk dialog dengan masing-masing departemen, dengan tambahan waktu sesuai kesepakatan forum kalau kurang, disepakati cukup cepat. Tapi opsi waktu untuk mempelajari laporan tiap departemen itulah yang membutuhkan pembahasan panjang. Ada yang minta agar Komisariat dikasih waktu buat baca seluruh draft dulu, ada juga yang minta agar waktu diberikan untuk mempelajari tiap departemen sebelum tanya jawab. Opsi pertama disetujui. Selanjutnya, dengan draft LPJ yang tebelnya mengingatkan kita pada ketebalan kamus Inggris-Indonesia versi Hassan Shadily, meskipun ukuran kertasnya A4, ada yang mengusulkan waktu untuk mempelajarinya 1 jam. Ada pula yang usul 15 menit buat baca segitu banyaknya. Diskusi mengalami jalan buntu sehingga pukul 9:43 dilakukan proses lobi yang ternyata cuma berlangsung semenit, mengambil jalan tengah 30 menit yang dimulai pada 9:45.

Selama masa jeda itu, di bangku presidium terjadi spekulasi akan panasnya sidang. Hipotesis kami, suasana bakal panas saat membahas Departemen Kaderisasi, Pekom, dan KP, sementara pembahasan paling singkat akan terjadi pada Sekjen, BPO, Kestari, dan Bendum karena menurut kami, keempatnya lebih banyak fokus pada masalah internal. Kami memperkirakan, untuk 3 departemen awal akan memakan waktu setidaknya 150% lebih lama dari 20 menit, sedangkan untuk 4 bidang terakhir bisa memenuhi 20 menit yang dialokasikan.

Ternyata dugaan kami meleset. Pertanyaan untuk Sekjen diperpanjang 6 menit secara de facto, untuk BPO hanya menyisakan 2 menit dari alokasinya, dan untuk Kestari memakan waktu 14 menit. Hanya Bendum yang di luar ekspektasi kami; setelah 1 menit tak ada yang mengajukan pertanyaan, pembantaian dilanjutkan untuk Kaderisasi. Benar saja, 20 menit setelah dimulai pada pukul 11:18, forum menyepakati perpanjangan waktu sampai istirahat (12:00) hanya untuk mencecar sang kadep Kaderisasi dengan pertanyaan. Waktu istirahat sendiri disepakati 60 menit.

Gue mencoba memanfaatkan waktu istirahat sebaik mungkin. Setidaknya gue bisa makan lahap kali ini, karena lauknya tahu bakso dan tempe dengan sambel, dan gue mendapat donasi sebiji tahu bakso lagi dari seseorang yang nggak suka tahu bakso. Hehe... yap, soalnya, lagi-lagi tanpa gue tahu, makan siang itu juga menjadi satu-satunya makanan yang masuk ke tubuh gue sampai esok siang, padahal ada takdir besar yang sedang menunggu.

Presidium mencabut pending pukul 13:06, tapi disambung oleh pending 2x5 menit sejak 13:09 karena forum belum memenuhi kuorum. Untungnya baru 1x5 menit kuorum terpenuhi, sehingga setelah sedikit pengantar, pukul 13:19 menjadi awal waktu pembantaian untuk Pekom. Pekom juga diusulkan untuk mendapatkan tambahan waktu.

Tapi, di sela diskusi berapa menit seharusnya Pekom mendapatkan bonus waktunya, salah seorang peserta mengusulkan pergantian pimpinan sidang pada presidium 2. Gue berusaha ngasih kode ke beberapa orang tertentu, jangan sekarang gantinya, tapi nggak ada yang menanggapi. Masa iya sih mau ganti sekarang, padahal presidium 1 aja belum sempat mengesahkan 1 SK pun sebagai pimpinan. Forum "terlanjur" menyetujui pergantian ini, sementara tangan gue mulai berkeringat dingin, dan jantung berdegup dua kali lebih kencang dari normalnya.

Maka, pukul 13:47, gue menerima palu sidang yang secara resmi mengalihkan tugas memimpin sidang ke gue. Gue mengambil saat-saat singkat pengalihan palu sidang dan mic untuk menenangkan diri dengan doa, mencoba mengatasi kegugupan. Kaki gue dingin. 

* * *

Gue memang lebih memilih bicara di depan banyak orang dibandingkan berhadapan face to face dengan seseorang. Sekali-dua kali gue pernah orasi di hadapan massa, gue pernah jadi MC acara 17-an yang pesertanya bapak-bapak, gue juga pernah orasi menentang senior pas SMA di hadapan seluruh siswa baru temen-temen gue. Tapi waktu itu gue tahu betul mau ngomong apa, dan situasinya nggak seformal ini. Ini adalah forum "yang terhormat" dan memiliki kekuatan hukum sebagai pengambil kebijakan tertinggi KAMMI di seantero Semarang. Semarang, cuy! Dan "kekuasaan" KAMMI Semarang ini membentang dari Salatiga hingga Kudus.

Rabbishrahli shadri, wa yassirlii amrii, wahlul 'uqdatan min lisanii yafqahu qaulii.

Saking gugupnya, ketika melanjutkan pembahasan tambahan waktu buat Pekom, lidah gue sering terserimpet. Kata-kata gue sandung-menyandung, tangan gue gemeteran ngetok palu yang memutuskan tambahan waktu 20 menit buat Pekom.

Gue mencoba santai kayak Ceu Popong waktu mimpin sidang DPR, yang luar biasa kalem sehingga justru bisa sedikit mencairkan suasana yang mendidih itu. Tapi gue nggak bisa. Gue tipe orang yang nggak terlalu suka basa-basi (apalagi di depan forum), dengan nada bicara yang tinggi dan tajam, dan keburu lupa kalau nggak menyampaikan sesuatu dengan cepat. Maka, dari testimoni beberapa orang, gue dikenal galak bahkan sadis dalam berbicara.

Jadinya malah sesekali gue ngasih komentar garing yang harusnya nggak ada dalam situasi formal. Gue juga sedikit gelagapan saat tangan-tangan itu terangkat, mana yang harus dipersilakan kalau terangkatnya pada saat yang sama. Dan gue nggak gampang inget nama orang, jadi untuk mempersilakan gue cuma nunjuk, nggak nyebutin nama kalau nggak kenal. Hehe...

Sesi tanya jawab berlanjut, menghabiskan sekitar 13 menit untuk Humas, 13 menit untuk Ekonomi, 30 menit untuk KP, 0 menit untuk Instruktur, dan 13 menit untuk LSO PP. Tepatnya entahlah, sejak memegang mic, fokus gue terbagi, jadi beberapa kali gue melewatkan kesempatan untuk mencatat beberapa waktu penting. Yang jelas, pukul 15:25 sidang dihentikan untuk istirahat shalat sekaligus diskusi internal perwakilan PK untuk menentukan diterima/ditolaknya LPJ KAMMDA.

Satu hal yang bikin gue greget adalah, hampir setiap pending dicabut, saat itu pula diikuti oleh pending 2x5 menit karena belum memenuhi kuorum. Maksud gue, rasanya protokoler banget, pending dicabut hanya untuk dipending lagi. Tak bisakah kalau, ketika pending selesai dan belum kuorum, secara otomatis langsung masuk ke 2x5 menit waktu tunggu kuorum? Toh setelah 2x5 menit kan sidang bisa langsung lanjut berapa pun pesertanya.

Pun kali ini. Pending dicabutnya udah telat 2 menit dari kesepakatan awal, tapi masih belum kuorum. Baru pukul 16:38 sidang bisa berjalan lagi, dan 16:48 komisariat pertama menyampaikan pandangan umum dan sikapnya terhadap LPJ KAMMDA.

Kurang lebih 50 menit total waktu yang digunakan untuk penyampaian dari tiap komisariat, dengan hasil 12 PK menerima, 1 PK menerima bersyarat, dan 3 PK menolak LPJ PD KAMMI Semarang. Maka gue menjadi presidium tetap pertama yang membacakan SK. Nggak tanggung-tanggung, 2 SK sekaligus: hasil LPJ dan pendemisioneran.

Setelah pembentukan komisi untuk pembahasan PKD, Rekomendasi Musda, dan Mekanisme Pemilihan Ketua, sidang dihentikan sampai jam 21:00. Waktu sepanjang itu digunakan untuk shalat Maghrib dan Isya', makan malam, dan sidang komisi. Gue mencoba memanfaatkan jeda waktu antara Maghrib dan Isya' untuk tidur sebentar, tapi susah. Habis Isya', gue berniat makan, tapi melihat lauknya, tiba-tiba gue nggak selera makan sama sekali. Padahal sesorean tadi udah laper banget. Gue mencoba makan beberapa biji pilus sekadar mengisi perut, tapi entah kenapa masih nggak nafsu, padahal biasanya sebungkus bisa gue habisin dalam sekejap. Akhirnya gue mengandalkan air putih yang gue isikan dalam botol 330 ml yang gue kantongin.

Usai makan, gue sebetulnya pengin tidur, tapi tergoda oleh sidang komisi. Habis, begitu jadi presidium gue udah nggak bisa berantem argumen lagi, jadi pengin balas dendam di sini. Hehe... Ternyata gue nggak bisa nahan kantuk, gue tidur-tidur ayam selama beberapa poin pembahasan. Baru bangun untuk mengingatkan bahwa waktu sidang komisi udah mau habis. -_-

Gue sempet diingatkan Pak Barri buat mengambil keputusan tentang perpanjangan waktu, tapi gue nggak yakin seberapa jauh kewenangan presidium. Beliau mengatakan itu hak prerogratif presidium, tapi sejauh itukah haknya? Akhirnya gue dan Afif diskusi sama Eko sebagai ketua panitia, karena menurut Pak Barri, soal timing juga kewenangan panitia.

Meskipun sudah diperpanjang 15 menit secara formal, ditambah hampir 30 menit secara informal (alias nambah dewe), Komisi A ternyata masih belum menyelesaikan pembahasannya. Mereka sempat minta izin pakai mic untuk memanggil anggota komisinya untuk menyelesaikan sidang mereka di ruang lain. Gue dan presidium lainnya nggak mengizinkan, dan mengatakan kalau mau keluar ya keluar aja sendiri, bukan sebagai komisi, jadi panggil aja anggotanya secara personal. Karena personilnya pada kabur, sidang pleno mempersilakan Komisi B untuk lebih dulu menyampaikan hasil sidangnya. 

Tapi ini pun menjadi masalah. Usai sidang pleno membahas hasil sidang Komisi B, forum menanyakan ini sidang pleno atau apa, karena kalau sidang pleno harusnya semua komisi ada, tapi Komisi A menghilang. Katanya, kalau memang Komisi A boleh meninggalkan sidang karena pembahasna belum selesai, nggak usah ada sidang pleno. Gue berusaha menjelaskan, mereka pergi sebagai individu, bukan komisi, jadi nggak ada hubungannya sama sidang Komisi A, tapi waktu itu gue agak susah juga merangkai kalimatnya, sehingga penjelasan itu nggak diterima. Mereka menuntut bocah-bocah Komisi A harus datang kalo pleno mau lanjut. Maka dipanggillah anggota Komisi A.

Pukul 22:22, Komisi C menyampaikan laporannya. Tetapi sebelum melanjutkan, gue mau cerita dulu kejadian pra-Musda, karena ini berkaitan dengan pembahasan laporan Komisi C.

* * *

Gue pertama kali tahu tentang ini justru ketika dapet message FB dari Taufik, 2 hari sebelum Musda. Dia ngirimin gambar berisi calon-calon Ketua KAMMDA, yang dia kasih caption, "Oeeeeii liloooo, Sangar ik." Gue buka teliti lebih detail tuh gambar, dan ternyata ada nama gue di sana bersama Ashim dan Khanif (sesama kolega gue di KP), Eko dan Ihsan (juga kolega gue, di KAMMI FT Undip), Zaka (barengan DM3 gue), Fa'i (FH), serta Akh Pras dan Teguh (Unnes).

Nggak lama sesudah gue baca message itu, gue dapet tag dari Ashim di foto yang sama. Duh, ini kapan seleksinya, tau-tau udah masuk bursa calon aja. Pas hari H Musda (25-28 Desember 2014) dan gue baca draft pembahasannya, gue baru nemu istilah Tim Pemira. Kapan juga dibentuknya? Wah, wah, gak transparan nih.

Pas masuk bursa calon presidium, gue disaranin beberapa akhwat buat nolak dengan alasan tersebut (masuk calon... ehm, Ketua KAMMDA). Tapi masa gue yang ngomong, sementara gue nggak ngerti apa-apa soal ini, dan gue juga nggak berminat jadi ketum. Begitu pula dengan Pak Barri, waktu tahu kalo gue presidium bersama Afif (yang Kakom FPIK), beliau komentar, "Duh, satunya Kakom (berkaitan dengan pembahasan LPJ, red.), satunya calon."

Gue sih cuma menimpali, "Lah, siapa suruh jadiin saya presidium?" sambil sedikit berharap beliau membebaskan gue dari ke-presidium-an ini. :p


* * *

Kembali ke masalah pelaporan sidang Komisi C. Presidium Komisi C ini Ashim, dan entah ada kaitannya atau tidak, Komisi C mengganti hampir seluruh draft mekanisme pemilihan ketum. Pertama, dalam draft, syarat calon salah satunya adalah AB3 atau siap mengikuti DM3, lalu oleh Komisi C diganti sesuai dengan hasil Muktamar yang salah satunya mensyaratkan calon adalah AB3. Kedua, seluruh poin B tentang mekanisme pencalonan, berisi 5 nomor yang intinya mengatur bahwa balon dipersiapkan oleh Tim Pemira, sama sekali dihapus dan diganti dengan seluruh AB3 maju untuk dicalonkan.

Menanggapi ini, Pak Barri lantas mengajukan keberatan terhadap Ashim sebagai Presidium Komisi C, dan menganggap pembahasannya tidak sah karena dipimpin oleh salah seorang calon, karenanya seluruh bahasan Komisi C harus diulang dengan presidium berbeda. Tetapi keberatan ini ditolak oleh forum, dengan alasan bahwa kalau emang nggak setuju dengan hasil sidang Komisi C, bisa dibahas di pleno. 

Pak Barri sendiri masih kukuh mempertahankan draft lama, apalagi Tim Pemira ini sudah disiapkan panitia, jadi kalau ada pembahasan tentang Ketum, harus melibatkan Tim Pemira juga. Ashim menyampaikan bahwa Tim Pemira nggak ada landasan konstitusionalnya, jadinya nggak masalah kalau ditiadakan. Suasana pun memanas hanya untuk menentukan apakah Tim Pemira akan dibahas atau tidak di pleno ini. Selama setengah jam itu gue sampai harus beberapa kali mengetukkan palu berulang-ulang tanda meminta peserta sidang tenang. Pukul 23:00 disepakati lobi, tapi baru 3 menit, lobbying yang dilaksanakan memutuskan voting.

Masalah selesai?

Sama sekali belum. Bahkan untuk proses voting ini sendiri memakan waktu lebih dari 15 menit, gara-gara posisi duduk peserta penuh dan peninjau bercampur, sedangkan hanya peserta penuh yang punya hak suara, jadinya susah untuk memastikan mana yang peserta penuh. Setelah proses yang cukup ribet ini, didapati 25 orang setuju untuk membahas Tim Pemira, 31 orang menolak pembahasannya.

Mungkin terpicu oleh kondisi di atas, forum kembali terbelah mengenai apakah pembahasan dilanjutkan atau tidak, karena batas alokasi waktu buat Komisi C (yang harusnya tiap komisi punya 30 menit waktu pembahasan) sudah bablas terlalu lama. Kalau kalian berpikir bahwa yang menyatakan waktu untuk Komisi C molor ini peduli dengan waktu, kalian salah besar. Mereka justru hanyut pada perdebatan apakah pembahasan Komisi C dilanjutkan atau tidak, memakan waktu semakin lama, dan akhirnya, 2 menit setelah lobi, diputuskan voting lagi, yang menyetujui pembahasan dilanjutkan.

Memang benar komentar Mbak Iin cs yang memberi tahu gue bahwa sidang bakal panas saat pemilihan Ketum, tapi gue pikir yang dia maksud adalah waktu pemilihannya, bukan pas pembahasan mekanisme macam gini. Secara fisik gue udah mulai goyah, karena hampir 12 jam hanya mengandalkan air putih untuk mengisi perut, dan sejak tadi kepala gue berdenyut keras. Tapi itu justru memberi kekuatan buat gue untuk bertahan, karena gue jadi lebih "ganas" menghadapi forum yang, menurut salah satu peserta dari komisariat, terkesan dibuat main-main oleh pengurus-pengurus demisioner KAMMDA. Ada benarnya juga, karena dari pembahasan tadi yang ribut cuma seputar orang-orang ini aja: Pak Barri, Ashim, Khanif, Pak Eka, Akh Reza, dan sekitarnya (hehe...).

Tapi setidaknya, usai perdebatan remeh tentang penambahan waktu untuk Komisi C, perdebatan sedikit lebih mutu dengan memperdebatkan konten, meskipun lagi-lagi cuma 1 poin yang didebatkan panas. Sidang Komisi C mengklaim bahwa persyaratan yang mereka ajukan mengacu pada hasil Muktamar, tetapi ada syarat tambahan bahwa yang dicalonkan adalah AB3 angkatan 2010-2014. Ada yang usul angkatan dihapuskan, ada yang usul tak perlu diganti, ada yang usul angkatan tetap ada, tapi jadi poin baru, bukan dalam poin hasil Muktamar. Usulan ketiga ini disepakati, tapi perdebatan yang sesungguhnya baru saja dimulai.

Setelah syarat angkatan jadi poin sendiri, Khanif mengusulkan bahwa angkatan 2009 harus masuk dalam persyaratan, bukan cuma dari 2010. Kali ini tanpa buang tempo, begitu 2 opsi yang ditawarkan belum disepakati secara penuh, presidium langsung membawa ke proses lobbying. Seperti sudah diduga, ujungnya kembali voting, tapi setidaknya lobi memenuhi waktu 1x5 menit, nggak cuma 2-3 menit seperti sebelumnya. 30 orang menyetujui syarat calon mulai 2010 saja, dan bisa dihitung dengan jari mereka yang menyetujui calon mulai 2009. Hasil voting sendiri disepakati hanya semenit-dua menit sebelum tengah malam.

Ketika Pak Barri kembali mengangkat tangan tengah malam, gue udah mengeluh dalam hati, apa lagi yang mau diributin? Tapi yang disampaikan ternyata di luar perkiraan. Dia mengusulkan pergantian presidium, tetapi suaranya menghilang ketika sampai pada kata karena. Meski luar biasa lega bahwa akhirnya ada yang mengusulkan ini, gue menanyakan alasannya. "Karena kelihatannya udah lelah," gitu kurang lebih argumennya. Tanpa ba-bi-bu, gue langsung tanyakan ini ke forum. Mungkin kelegaan gue begitu jelas, karena gue mendengar komentar-komentar bahkan tawa tentang ini. Begitu forum menyetujui, dengan riang gue bertukar tempat dengan Akh Arjun, sekadar karena kabel proyektornya nggak mencapai tempat duduk gue. Akh Arjun pun melanjutkan memimpin sidang.

* * *

Menghadapi laptop, gue merasa kembali ke habitat. Pembahasan dilanjut ke Komisi A, yang meskipun membutuhkan waktu lama untuk sidang komisi, hampir nggak ada tanggapan berarti tentang hasilnya.

Insiden datang ketika Khanif, menyatakan seluruh 2010 menarik diri terhadap proses pemilihan ketum kalau 2009 nggak masuk bursa calon. Gue pun melihat komplotannya meninggalkan ruang sidang, walaupun nggak tahu yang akhwat ikut keluar juga tau nggak. Tapi parah banget kalau mengatasnamakan 2010, dan gue gak diajak! :3

Ketika seorang utusan untuk menjemput mereka kembali, dia membawa berita bahwa mereka menyampaikan, silakan lanjutkan sidang, dan biarkan mereka di luar. Mereka menyatakan baru akan masuk dan bersedia dicalonkan kalau 2009 juga, dan forum menolak mentah-mentah karena udah ketok palu. Sampai-sampai Pak Barri menyampaikan, bahwa sudah seharusnya seorang AB3 bersedia dicalonkan jadi Ketum, dan seorang laki-laki tidak akan menarik kembali ucapannya. Asik, dah!

Tapi insiden baru selesai ketika Pak Andri masuk dan menyampaikan bahwa beliau mengatakan pada WO-ers ini, kalau dalam 5 menit mereka nggak kembali, mereka akan dapat hadiah jilbab dari akhwat. Dengan ancaman ini, 3 menit setelah Pak Andri masuk, mereka memasuki ruangan.

Sidang akhirnya berlanjut, dan para AB3 diminta maju. Dengan senang hati gue meninggalkan bangku presidium, dan berdiri di sebelah 2 akhwat AB3 lain yang duduk. (Kenapa gue berdiri sendiri? Gue udah penat banget duduk terus seharian! Hehe... Kalau di bangku belakang kan gue bisa sambil melemaskan badan, tapi di atas... badan gue terutama kaki udah kaku banget.) Sebenernya masih ada Ika dan Fatim di jajaran AB3 2010, tapi keduanya sepertinya sakit, jadi saat itu mereka lagi istirahat di kamar.

Sesuai mekanisme yang telah dibahas, tiap komisariat dipersilakan mengajukan 3 nama secara tertutup, dan seluruh nama yang diajukan oleh minimal 3 komisariat berhak maju ke babak selanjutnya. Gue pun menjadi satu-satunya akhwat yang lolos, di samping Akh Pras, Ihsan, Eko, Khanif, dan Zaka. FYI, karena Ihsan lagi nggak di Semarang, dia mengirimkan video dirinya, entah lagi menyampaikan visi-misi atau profil diri nggak terlalu jelas, soalnya speaker yang dihubungkan ke laptop nggak bisa menguatkan suaranya sehingga bisa didengar seluruh ruangan. Dia menunjukkan buku Seterang Lilin Seharum Bunga, yang bikin gue ketawa--pamer nih yee? Setelah itu dia mendemonstrasikan sesuatu dengan menyalakan sebuah lilin, berbicara sebentar, lalu menyalakan lilin lainnya. Gue pun paham, dia mengutip kata pengantar buku tersebut: lilin, kalau hanya satu, memang sinarnya nggak cukup terang, tapi kalau ada banyak, dia cukup kuat untuk menerangi ruangan, analogi itu menjelaskan amal jama'i. Demo dari dia ini memberi gue inspirasi visi-misi kalau gue lolos ke tahap selanjutnya.

Berikutnya, verifikasi calon sesuai persyaratan. Kami berlima setidaknya memiliki 1 poin yang tidak bisa kami penuhi. Ihsan langsung dicoret, karena dinyatakan masih punya amanah lain pada waktu yang sama. Gue sendiri sedikit dilema. Gue nggak siap dengan visi-misi (dan gue yakin calon-calon lainnya udah punya ide yang keren), belum lagi buat sesi dialog yang pasti punya pertanyaan aneh-aneh. Tapi gue sadar, konsekuensi kalau gue menolak adalah kembali ke kursi presidium, padahal gue berharap bisa istirahat sejenak selagi forum mendiskusikan pilihan; itu satu-satunya alasan kuat kenapa gue bersedia dicalonkan, hehe... Akhirnya gue sedikit mencari-cari alasan, dan menyerahkan pada forum mau diterima atau nggak. Lucunya, alasan keberatan dari 4 calon ikhwan lainnya ditolak sama sekali (yang berarti mereka lanjut ke babak berikutnya), sedangkan alasan gue secara bulat diterima. Gue jadi curiga.

Benar saja, tak lama setelah gue kembali ke kursi kebesaran (secara harfiah) presidium, seseorang meminta pergantian presidium lagi dengan presidium yang, menurut dia, paling tegas, lantaran presidium sekarang terlalu santai. Allahu akbar, kapan gue istirahatnya nih?

Tapi gue juga nggak tega sama Akh Arjun yang jadi sasaran tembak para peserta, jadi gue sanggupin. Toh separah-parahnya sidang selanjutnya, gue udah mengalami "kerusuhan" tadi, kan? Dan bukannya gue dari dulu pengin ngerasain aksi rusuh? Lagian gue punya senjata berupa palu, yang kalau diketok berkali-kali nggak bikin peserta diam, bakal gue coba ketokin ke kepala para provokator satu-satu. :p

Gara-gara sempet cuti dari presidium tadi, gue kehilangan kertas yang gue jadikan notulensi, dan gue nulis di kertas pertama yang gue temukan di meja. Nggak taulah punya siapa, jadi nggak gue bawa, maka untuk kejadian selanjutnya nggak semuanya gue inget waktunya. Yang jelas, sesi perkenalan, pemaparan visi-misi, dan dialog dengan calon berlangsung nggak sampai 90 menit, dan ketika Subuh, dialog langsung dihentikan dengan closing statement dari para calon. Istirahat Subuh disepakati sampai 4:30.

Sempat diskusi soal kelanjutan sidang nanti dengan Pak Galih dan beberapa ikhwan KAMMDA, gue baru sampai kamar ketika waktu istirahat tersisa 20 menit. Usai shalat, gue menyempatkan diri tidur, meskipun tahu gue nggak mungkin bisa terlelap dalam waktu 10 menit. Tapi dalam waktu singkat itu, gue bisa merasakan darah mengalir ke kepala, sedikit meringankan sakitnya.

* * *

Saat kembali ke ruang sidang, entah kenapa gue merasa jauh lebih segar. Kantuk gue tiba-tiba hilang, dan lebih bisa fokus menghadapi forum. Udah gitu, forumnya sendiri juga terlalu adem ayem, seinget gue, kurang dari 10 orang yang mengajukan pendapat. Afif menyarankan gue agar langsung saja menawarkan pada forum, yang gue lakukan dua kali, dan lanjut voting tertutup. Aturan voting kali ini, tiap PK punya 1 suara, dan KAMMDA demisioner punya 2 suara, jadi total ada 18 suara masuk.

Pas perhitungan, gue geli melihat bahwa di kertas suara, beberapa Komisariat mencantumkan identitas mereka, padahal namanya juga voting tertutup. Perhitungan suara sendiri sempat terkendala masalah jumlah suara: harusnya masuk 18 suara, tapi cuma 17 yang tercatat memberikan suara (termasuk abstain). Dihitung-hitung lagi ternyata ada satu suara yang belum tercatat, dan hasilnya: Eko dapat 0 suara, abstain 3 suara, Akh Pras dapat 1 suara, Zaka dapat 3 suara, dan Khanif 11 suara.

Salah satu hal yang gue inget persis, orasi politik pertama dari Khanif selesai tepat pukul 06:00. Dalam orasinya itu, dia mengulang closing statement-nya yang sangat gue sukai, bahwa jika dia terpilih, doakanlah dalam sujud-sujud kita semua agar mengemban amanah dengan baik. Dia juga mengatakan bahwa bukan jabatannya yang dia takuti, tapi fitnah-fitnah jabatan itu.

Setelah pembacaan dan penetapan tim formatur dan MPD, dengan penuh kelegaan gue mengetok palu 3 kali tanda berakhirnya sidang. Panitia memberi waktu cukup lama, sampai jam 9, buat istirahat termasuk sarapan. Begitu kembali ke kamar, gue langsung pulas.

* * *

Ruang makan sepi waktu gue memasukinya sekitar jam 9 kurang, dan bungkusan nasi yang tersedia tinggal sedikit. Apa udah pada kembali ke aula? Gue naik, dan ternyata aula masih kosong. Ke mana orang-orang?

Sepertinya yang lain juga lagi pada tidur. Suasana beneran sepi, dan seremoni penutupan sendiri baru dimulai sekitar jam 10. Setelah berusaha makan (gue kesulitan masukin itu makanan ke tubuh), gue kembali ke aula dan berusaha tidur dengan menelungkupkan kepala ke punggung kursi di depan gue. Baru kembali on saat acara udah mulai.

Acara penutupan diisi taujih, launching Korps Instruktur, Pasukan Badar Merah, dan SPI, penyerahan bendera KAMMI, serta beberapa pengumuman, di antaranya rapor komisariat, pemenang Olimpiade Ramadhan lalu, dan Departemen Humas terbaik. Penutupan sendiri selesai saat memasuki waktu Dhuhur.

Barakallah, Nif... "KaPe istimewa!"

2 comments:

Powered by Blogger.