My Nyontek Story
Gue cuma ketawa sambil membenarkan. Yah, walaupun pas kuliah ini gak terlalu galak sih, soalnya siapa juga yang mau nyontek gue (yang secara akademis di masa kuliah, gue pernah merasakan semua nilai dari A sampai E). Sedangkan pas SMA, gue pernah sampai dikonfrontasi sama ketua kelas gue gara-gara gue post di bulletin board-nya Friendster yang isinya nyindir temen-temen yang hobi nyontek.
Eits, tapi jangan salah... gue juga pernah mengalami masa ketika gue merasa cukup kepepet untuk nyontek. FYI, berhubung nyontek kalo diterjemahkan dalam bahasa Inggris jadi "cheat", sedangkan cheat sendiri harfiahnya berarti curang, kisah yang bakal gue ceritain termasuk kecurangan lain selain sekadar meminta jawaban dari teman secara diam-diam maupun membuka buku.
Yang paling gue inget dan sesali sampai sekarang, cerita waktu SD yang satu ini:
Pas kelas 6 menjelang ujian akhir pastilah ada yang namanya jam tambahan, tiap hari giliran. Sore itu, pelajaran tambahannya IPS, dan Pak Guru ngasih kuis dadakan, dan memberikan bonus, kalau ada yang jawabannya betul semua, langsung boleh pulang. FYI, semasa SD, pelajaran yang gue golongkan paling gampang adalah Matematika dan Bahasa Indonesia, sementara yang paling berat IPA dan IPS.
Gue sama temen sebangku gue udah ngiler diiming-imingi pulang gasik. Tapi berhubung gak yakin dengan kemampuan sendiri, kita berdua berkomplot, ntar pas nyocokin jawaban (yang ditukar dengan teman sebangku), jawabannya diganti sama jawaban yang bener. Mengingat di kelas itu juga cukup banyak yang pinter IPS, kita berdua mikirnya kecurangan itu gak bakal terlalu mencolok.
Eh, ndilalah, pas udah selesai dan Pak Guru nanya, "Ada yang betul semua?" yang ngacung cuma gue sama temen sebangku gue itu! Agak ngerasa gak enak juga sih, apalagi pas Pak Guru nanya lagi, "Beneran kalian bener semua?" Udah terlanjur basah, gak mungkin kan kita bilang, "Eng... nggak jadi deh, Pak. Nggak jadi bener semua."
"Ya sudah, kalian boleh pulang," kata Pak Guru, dengan ekspresi yang gue pikir menunjukkan ketidakpercayaannya. Maka, keluarlah kita dengan salah tingkah.
Di luar, temen gue itu bilang, "Jadi nggak enak, nih."
"Iya, sama," bales gue. Gue udah sering denger kalo melakukan perbuatan curang emang bakal nggak nyaman di hati, dan kali itu gue ngerasain banget ketidaknyamanan itu.
Kisah nyontek kedua yang gue inget menginspirasi gue menulis cerpen Nyontek Pas Ulangan Agama, Kualat Lho! (My "Nyontek" Experience). Cerita ini terjadi pas gue kelas satu es-em-pe, semester satu, dan kali ini pada pelajaran Biologi.
Masih belum berubah, IPA adalah salah satu pelajaran yang gue anggap paling sulit, dan Biologi adalah puncak ketidakpahaman gue terhadap sains (jauh lebih milih Fisika ketimbang Biologi). Walaupun gue salah satu yang nilainya paling tinggi di kelas waktu itu (eh, sombong dikit), gue belum siap juga buat ulangan Biologi yang padahal udah diumumin di pertemuan sebelumnya.
Dan asal lo tau, sebenernya jaman gue kelas satu SMP, posisi duduk bisa dibilang "terbuka" sehingga harusnya peluang nyontek itu minim banget. Cuma ada 6 jantan dan 3 betina di kelas gue, dan meja yang dipakai adalah meja restoran (mengingat sebelumnya tempat gue sekolah difungsikan sebagai rumah makan) yang gedenya cukup buat dipakai bertiga, jadi gak mungkin di bawahnya ada laci atau tempat persembunyian apa pun.
Tapi yang namanya bocah gak tau diri, biar posisinya jelas banget gitu, masih bisa menemukan peluang nyontek. Nyontek kali ini nggak tanggung-tanggung, semua kombinasi antara buka buku, tanya temen, dan bikin kepekan pun dilakukan ("bersyukur" gue pernah ngalamin ini, jadi udah ngalamin lah yang namanya melakukan "tipu muslihat" :v )
Nah, pada pertemuan selanjutnya, setelah Bu Guru membagikan hasil ulangan, beliau ngasih pernyataan, yang intinya untuk ulangan kali tersebut, beliau "nggak ngurusin" kita jujur atau gak jujur, karena di atas lembar jawab, kita sendiri udah ngasih tulisan basmalah, yang artinya pertanggungjawaban itu antara diri kita dan Allah.
Jlebbbbb!!!!
Gue maki-maki diri sendiri dalam hati. Sebagai sekolah Islam, sudah menjadi kebiasaan kalau di atas lembar jawab ulangan dikasih tulisan basmalah. Tapi kebiasaan itu ternyata cuma kebiasaan, tanpa MENYADARI maknanya. Gue jadi inget, dulu pernah dikasih tau sama salah satu guru SD, kalau perbuatan tidak baik yang diawali dengan basmalah, dosanya bisa dua kali lipat! Dan, gue nyadar banget, berhubung gue udah baligh, semua dosa itu gue tanggung sendiri!
Astaghfirullah...
Gue gak inget apakah kejadian itu merupakan pengalaman terakhir gue nyontek, tapi yang gue inget, semester berikutnya, waktu pelajaran Aqidah Akhlaq, kita disuruh nulis 3 kelebihan dan kekurangan diri, gue kebingungan mendata kebaikan diri gue (kejelekan sih banyak!), dan akhirnya nulis, "Anti-nyontek."
Dan, sampai sekarang, gue termasuk golongan yang membenci nyontek, khususnya saat ulangan, quiz, ataupun ujian. Kalau untuk tugas atau pe-er sih, gue masih lebih lunak, dalam arti kalaupun copy-paste jawaban temen, harus tahu kenapa jawabannya bisa seperti ini, rumusnya gimana, harus berusaha paham dengan jawabannya (jangan sampai, saking semangatnya nyontek, NIM temen pun ikutan dicontek :p -- pengalaman temen). Soalnya, kalau ulangan/quiz/ujian bertujuan untuk mengetes kemampuan diri, mengukur kepahaman kita, sedangkan kalau tugas/PR lebih ditujukan sebagai latihan dan pendalaman materi.
"Ya sudah, kalian boleh pulang," kata Pak Guru, dengan ekspresi yang gue pikir menunjukkan ketidakpercayaannya. Maka, keluarlah kita dengan salah tingkah.
Di luar, temen gue itu bilang, "Jadi nggak enak, nih."
"Iya, sama," bales gue. Gue udah sering denger kalo melakukan perbuatan curang emang bakal nggak nyaman di hati, dan kali itu gue ngerasain banget ketidaknyamanan itu.
Kisah nyontek kedua yang gue inget menginspirasi gue menulis cerpen Nyontek Pas Ulangan Agama, Kualat Lho! (My "Nyontek" Experience). Cerita ini terjadi pas gue kelas satu es-em-pe, semester satu, dan kali ini pada pelajaran Biologi.
Masih belum berubah, IPA adalah salah satu pelajaran yang gue anggap paling sulit, dan Biologi adalah puncak ketidakpahaman gue terhadap sains (jauh lebih milih Fisika ketimbang Biologi). Walaupun gue salah satu yang nilainya paling tinggi di kelas waktu itu (eh, sombong dikit), gue belum siap juga buat ulangan Biologi yang padahal udah diumumin di pertemuan sebelumnya.
Dan asal lo tau, sebenernya jaman gue kelas satu SMP, posisi duduk bisa dibilang "terbuka" sehingga harusnya peluang nyontek itu minim banget. Cuma ada 6 jantan dan 3 betina di kelas gue, dan meja yang dipakai adalah meja restoran (mengingat sebelumnya tempat gue sekolah difungsikan sebagai rumah makan) yang gedenya cukup buat dipakai bertiga, jadi gak mungkin di bawahnya ada laci atau tempat persembunyian apa pun.
Tapi yang namanya bocah gak tau diri, biar posisinya jelas banget gitu, masih bisa menemukan peluang nyontek. Nyontek kali ini nggak tanggung-tanggung, semua kombinasi antara buka buku, tanya temen, dan bikin kepekan pun dilakukan ("bersyukur" gue pernah ngalamin ini, jadi udah ngalamin lah yang namanya melakukan "tipu muslihat" :v )
Nah, pada pertemuan selanjutnya, setelah Bu Guru membagikan hasil ulangan, beliau ngasih pernyataan, yang intinya untuk ulangan kali tersebut, beliau "nggak ngurusin" kita jujur atau gak jujur, karena di atas lembar jawab, kita sendiri udah ngasih tulisan basmalah, yang artinya pertanggungjawaban itu antara diri kita dan Allah.
Jlebbbbb!!!!
Gue maki-maki diri sendiri dalam hati. Sebagai sekolah Islam, sudah menjadi kebiasaan kalau di atas lembar jawab ulangan dikasih tulisan basmalah. Tapi kebiasaan itu ternyata cuma kebiasaan, tanpa MENYADARI maknanya. Gue jadi inget, dulu pernah dikasih tau sama salah satu guru SD, kalau perbuatan tidak baik yang diawali dengan basmalah, dosanya bisa dua kali lipat! Dan, gue nyadar banget, berhubung gue udah baligh, semua dosa itu gue tanggung sendiri!
Astaghfirullah...
Gue gak inget apakah kejadian itu merupakan pengalaman terakhir gue nyontek, tapi yang gue inget, semester berikutnya, waktu pelajaran Aqidah Akhlaq, kita disuruh nulis 3 kelebihan dan kekurangan diri, gue kebingungan mendata kebaikan diri gue (kejelekan sih banyak!), dan akhirnya nulis, "Anti-nyontek."
Dan, sampai sekarang, gue termasuk golongan yang membenci nyontek, khususnya saat ulangan, quiz, ataupun ujian. Kalau untuk tugas atau pe-er sih, gue masih lebih lunak, dalam arti kalaupun copy-paste jawaban temen, harus tahu kenapa jawabannya bisa seperti ini, rumusnya gimana, harus berusaha paham dengan jawabannya (jangan sampai, saking semangatnya nyontek, NIM temen pun ikutan dicontek :p -- pengalaman temen). Soalnya, kalau ulangan/quiz/ujian bertujuan untuk mengetes kemampuan diri, mengukur kepahaman kita, sedangkan kalau tugas/PR lebih ditujukan sebagai latihan dan pendalaman materi.
No comments