Header Ads

Ketika Koleris Menjadi Melankolis (Sebuah Konferensi Pers)


Sore hingga malam ini beberapa sahabat bertanya-tanya ada apa gerangan aku tiba-tiba berubah gini. Sekum Dani bilang, "Tumben, biasanya idealis." Si Lina malah menyangka aku gini karena kecewa gak keterima di LKMM Dasar. Haaaaah? Jujur, aku sendiri baru kepikiran soal Dasar waktu dia yang nanya. Hmm... untuk menjawab semua pertanyaan itu, izinkan saya mengadakan konferensi pers di sini... :p

Well, aku sendiri juga gak tahu kenapa sejak malam Rabu lalu, emosiku meningkat drastis. Mungkin karena secara alamiah tubuhku sedang memproduksi lebih banyak hormon estrogen daripada hormon progesteron yang membuat emosiku labil seperti ini.

Sebetulnya kalau dipikir-pikir lebih dalam, aku emosi juga karena hal sepele. Tapi kalau menelusuri lebih dalam lagi, kaitannya adalah suatu cobaan yang sampai saat ini aku belum pernah berhasil melewatinya. Apa itu, biar aku dan Allah saja yang tahu. :D

Tapi beneran kok, kalau bukan "masalah hati" (sebut saja demikian) itu, mungkin emosiku nggak akan meledak sedahsyat ini. Rasanya ada satu hal yang bisa dilakukan sebagai alternatif untuk menanggulanginya, tapi ada yang menghalangiku mencobanya. Yeah, dulu ketika beberapa kali aku menemui masalah ini, obat itu datang dengan sendirinya. Tapi sekarang tak mungkin lagi...

Dan berkaitan dengan judul ini... mungkin lebih banyak orang mengenalku sebagai seorang koleris, dengan kegalakanku, kesadisanku, bagaimana sikapku yang cenderung keras kepala... kalau orang ekstrovert, emosi akan langsung dikeluarkan saat itu juga, tapi biarpun aku koleris, belakangan aku juga ingin sekali bisa menahan diri untuk tidak marah-marah dan meledak sembarangan... Tapi hasilnya apa? Ketika aku berusaha sedikit saja memendamnya seperti seorang introvert menutupi emosinya, yang ada justru ledakan itu semakin menjadi. Seorang introvert mungkin kelihatannya bisa menguasai emosi, tapi kalau menumpuk-numpuk kan meledaknya justru luar biasa sekali, kan? Yeah, itulah yang sedang terjadi padaku.

Mungkin aku mencoba untuk tidak meluapkan emosi pada saat yang tidak tepat. Sembari mengalami siklus alami ini ternyata bukan waktu yang tepat untuk memendam emosi. Walhasil, dengan adanya suatu hal yang penuh ketidakjelasan itu, tiba-tiba emosi itu memuncak luar biasa... menyebabkanku ingin menghancurkan apa saja yang kutemui, kalau bisa.

Padahal seumur-umur, rasanya belum pernah aku mengalami ledakan semacam ini. Yah, yang bisa ngalahin emosi kali ini mungkin cuma waktu stres gara-gara praktikum DKP (yang juga karena kesalahanku sendiri, sebenarnya). Bahkan tekanan kesibukan saat mempersiapkan GOM Fakultas pun aku masih bisa menikmatinya, menikmati kelelahan itu, biarpun sejak sehari menjelang GOM sampai dua hari setelah GOM, darah rendahku kumat, membuatku sesak nafas karena lelahnya.

Apalagi hipotesis Lina bahwa aku gini gara-gara masalah LKMM Dasar. Wuih, masalah itu sih, aku masih bisa ketawa. Beneran, sewaktu melihat namaku lenyap dari daftar peserta yang lolos Dasar, aku malah justru menghadapi semua konspirasi yang ada di baliknya dengan kepala jernih. Hmm... aku lebih memilih terjun dalam dunia penuh konspirasi daripada harus menghadapi jenis emosi yang satu ini (namanya masih rahasia). Meski saat berada dalam permainan yang sering kotor dan memuakkan itu aku juga dipenuhi kekhawatiran, tapi di situlah serunya.

Sedangkan kali ini... ketika aku berusaha kalem, malah ada yang (entah sengaja atau tidak) memancing emosiku. Dan aku sendiri sadar, faktor lain yang menyebabkanku begini drop... karena masalah hati tadi. Yup, boleh dibilang aku sedang sakit hati. Jangan dikira sakit hati hanya seputar masalah cinta, tapi lebih kepada hati yang kurang asupan ruhiyah.

Jadi, singkatnya, aku sudah berusaha mengendalikan diri, tapi orang lain malah semakin memacu emosiku dengan ketidakjelasannya. Ditambah lagi ada orang juga yang mengingatkanku akan masalah rahasia yang sampai sekarang aku gagal dalam ujian itu. Dan itu berlangsung sampai keesokan paginya. Meledaklah diriku...

Dan aku ingin menyendiri. Sayangnya, di wisma gak mungkin menyendiri... Sekamar kan berdua, kalau mau merenung di atas, di tempat jemuran, trus orang yang naik dan menemukanku, lalu bertanya, aku harus jawab apa coba? Kesendirianku jelas terganggu... Kalau aku bisa mengendarai motor, pengin deh rasanya melarikan motor sekencang-kencangnya di jalan yang sepi (kalo rame, bunuh diri itu namanya) menuju suatu tempat yang membuatku bisa melihat alam yang luas, berteriak sepuasnya di sana melepaskan beban di dada... tilawah di sana sambil mendengarkan senandung alam... asyik banget deh rasanya.

Walhasil, yang bisa kulakukan adalah menarik diri dari lingkungan tempatku berada. Yah, sebenernya sempat kepikiran sih, "Apa nggak terlalu childish kalau aku pergi sementara dari semua itu?" Beneran kutuliskan itu di buku harian (kalo nulisnya di laptop, apa masih bisa disebut BUKU harian?). Tapi berjumpa dengan orang lain hanya akan membuatku tambah emosi saat itu...

Aku SMS kedua kadepku, satu ketua kepanitiaan yang sedang coba kami rintis, dan seorang "senior" wisma... mohon izin meninggalkan semuanya sehari ini saja untuk menenangkan kondisi psikis yang kacau gini... bahkan kuliah pun untuk sekali ini aku bolos. Biasanya aku nggak pernah bolos hanya dengan alasan stres kayak gini (kecuali stres karena deadline tugas yang harus dikumpulkan tepat setelah kuliah itu dan aku belum selesai mengerjakannya). Tapi untuk kali ini aja deh... semoga gak ketagihan bolos... T.T

Sudah berpakaian lengkap, aku pun mengemasi baju kotor untuk dibawa pulang seperti biasa... Yeah, rumah adalah satu-satunya tempat yang bisa kupikirkan untuk menenangkan diri (makanan terjamin, internet lancar, dan ortu lagi kerja, jadi sepi untuk bisa berkontemplasi). Naik satu-satunya bus yang lewat Tembalang, turun di PLN Jatingaleh. Rencananya dari sana oper naik bus Semarang-Salatiga/Ambawara, biar bisa dua kali naik bis aja. Nggak tahunya, aku nunggu bus di sana selama SATU JAM... sampai aku disamperin seorang ibu penjaga warung deket situ, menginformasikan bus arah Salatiga/Ambarawa udah sejak 2011 ini nggak lewat situ lagi... Gubrax! Baru tau aku, tapi aku nggak bisa memikirkan, kalau nggak lewat situ, trus bus Salatiga/Ambarawa itu lewat mana, orang pintu tol aja ada di situ...

Niat nyetop Damri buat mengobati kekecewaan (karena fasilitas AC-nya), sama aja lama gak lewat... sekali-kalinya lewat, gak mau berhenti pas aku mengacungkan tangan kiri... Yah, mau gak mau aku naik bus jurusan Pudak Payung, turun di dekat Kodam, oper angkot kuning... Dan baru nyadar pas udah naik, nih angkot cuma sampai alun-alun lama Ungaran, gak nyampai rumahku! Berarti nanti aku harus oper sekali lagi biar bisa turun tepat di depan rumah... Padahal kalau dari sana aku langsung oper bus Ambarawa (beneran lewat jalan ini kok), kan cuma naik sekali lagi...

Dengan semua kejadian itu, sampai di Ungaran emosiku sudah jauh lebih reda... Tapi di rumah aku masih enggan berkomunikasi dengan mereka yang kutinggalkan di Tembalang... Semua SMS dari anak-anak KP, SMS tentang mentoring, semua kuabaikan... Hanya SMS yang berkaitan dengan GOM jurusan saja yang masih aku balas... dan di rumah aku menenggelamkan diri di dunia maya, menarik diri dari kehidupan nyata yang terjadi di sekelilngku...

Sebenernya aku juga bertanya-tanya, segitu berubahkah aku sehingga banyak orang yang heran dengan sikapku ini? Padahal seingatku hanya satu orang yang terlibat dalam semua kejadian ini, tapi toh dia nggak heran dengan kelakuan konyolku hari ini...

Well, bagaimanapun... itu artinya kalian masih peduli padaku, masih tahu kalau ada sikapku yang nggak biasa... Jazakumullah khair atas perhatian itu... Love u all coz of Allah... ^_^

Yah, satu resolusi semester ini gatot... Sebetulnya aku berencana semester ini aku akan jadi akhwat baik-baik, gak mudah meledak, akan bisa lebih kalem menyikapi sesuatu... tapi hasilnya justru lebih parah. Semoga dengan adanya kejadian ini, selanjutnya aku bisa kembali ke rencana semula... :-)

1 comment:

Powered by Blogger.