When the Single Becomes Double: Edisi Mitsaqan Ghalizha Eyang Iip
Berawal dari qadarullah bahwa Widi ternyata berjodoh dengan Diwan, sementara keduanya sama-sama aktivis Rohis SMA di angkatanku, pikiran iseng melintas di benakku. Mereka bukan pasangan pertama yang keduanya berasal dari Rohis Smansa. Sebelumnya, ada Mas Jihad dan Mbak Tika, yang mungkin juga tak menyangka jodohnya ternyata tak jauh dari lingkungan itu. Dan masih ada pasangan lain lagi.
Fakta-fakta itu membuat aku nyeletuk, kurang lebih intinya siapa lagi yang bakal kena takdir berjodoh antarsesama anak Rohis SMA. Selorohan itu aku ungkapkan juga waktu silaturrahim ke rumah Widi-Diwan bareng Iip, diiringi rasa ilfil kalo ketiban nasib serupa. Well, kalau di kampus, kejadian macam ini sih biasa, sekalipun kedua orang yang bersangkutan sama sekali nggak pacaran dan tahu-tahu dijodohkan aja. Tapi setidaknya jodoh itu bisa lintas nusantara. Lha kalau lingkupnya SMA... please, muternya di situ-situ aja!
Nah, si Iip ini, dia merasa bahwa dia setidaknya sempat "mengamini" ucapanku waktu itu. Soalnya, ledekanku itu sekarang dialaminya. Belum lagi, disampaikan oleh Iip bahwa adiknya ngeledek, walaupun udah kuliah jauh-jauh, ternyata jodohnya Iip juga nggak jauh-jauh dari Ungaran. Tak lain tak bukan adalah sesama anak kaderisasi-beda-organisasi. Yap, si Edoz, kadep Kaderisasi Rohis SMA.
Entah gimana aku bisa mendeskripsikan kecamuk pikiran dan perasaan ketika pertama kali membaca kabar itu. Baca, karena Iip nggak pernah cerita, tahu-tahu aku disodorin undangan yang bukan buatku pribadi, tapi buat ortu. Oh my, ortu gue yang dia undang, bukan gue! Nek, apa yang kamu lakukan itu jahat (AADC2 mode on).
Suprise, karena aku cukup tahu latar belakang kedua orang ini dalam usaha mereka mencari jodoh, dan nggak menyangka karena ternyata they are for each other! Ada juga haru yang menghampiri, ketika teringat bagaimana kisahku bersama mereka berdua waktu di SMA.
* * *
Iip, partner dakwah terbaik yang pernah kutemui. Dia totalitas mencurahkan perhatiannya pada Rohis (di samping akademik) sebagai satu-satunya wajihah sekolah yang diikuti, hal yang belakangan aku teladani langkahnya.
Harus kuakui, di masa-masa berat selama jadi pengurus inti Rohis, aku banyak "bersandar" pada Iip. Dia yang masih "waras" ketika VMJ mewabah, dia yang siap keliling ke sana-kemari melobi para guru dengan proposal di tangannya, dia yang bisa melihat potensi kader ke depannya...
Meski secara struktural jabatanku lebih tinggi darinya, akan sangat merendahkan kalau menyebut Iip sebagai tangan kananku. Dia otak dan hati bagiku. Aku pernah menuliskan bagaimana dia berarti bagiku dalam tulisan yang lain. Sedangkan deskripsi lebih lanjut tentang perjuangan dan pengorbanannya, biarlah dituliskan Allah sebagai timbangan kebaikan baginya.
Edoz, adalah Iip versi ikhwan. Tak banyak stok laki-laki di Rohis SMA, apalagi "ikhwan". Meski dia juga mengikuti organisasi lain seperti hampir semua pengurus ikhwan, dia tetap menunjukkan kepedulian yang tinggi pada Rohis.
Karena posisinya sebagai Koordinator Departemen Kaderisasi, padanyalah aku meminta bantuan supaya para ikhwan Rohis diajak mentoring. Entah berapa yang bertahan, dan sejauh yang kutahu, dari angkatan kami, hanya dia yang bertahan hingga pascasekolah. Di masa itu, hanya dia yang bisa memahami pentingnya mentoring.
Aku berutang terima kasih padanya, atas dedikasinya pada Rohis, ketika aku kehilangan kepercayaan pada para pengurus ikhwan lainnya. Hanya dia ikhwan yang cukup support dan paham dengan misiku bersama Iip dalam dakwah sekolah. Sampai-sampai menjelang akhir kepengurusan, sering aku dan Iip berpikir, kenapa dulu waktu reorganisasi, tak pernah terpikir untuk menjadikannya bahkan sekadar calon mas'ul.
(Wah, kalau itu beneran kejadian, Edoz jadi mas'ul, sementara faktanya waktu itu Iip memang lebih difavoritkan jadi wakil ketua.... Ternyata rencana Allah memang lebih dahsyat: disatukan-Nya kalian berdua di medan juang yang seumur hidup.)
Aku berutang terima kasih padanya, atas dedikasinya pada Rohis, ketika aku kehilangan kepercayaan pada para pengurus ikhwan lainnya. Hanya dia ikhwan yang cukup support dan paham dengan misiku bersama Iip dalam dakwah sekolah. Sampai-sampai menjelang akhir kepengurusan, sering aku dan Iip berpikir, kenapa dulu waktu reorganisasi, tak pernah terpikir untuk menjadikannya bahkan sekadar calon mas'ul.
(Wah, kalau itu beneran kejadian, Edoz jadi mas'ul, sementara faktanya waktu itu Iip memang lebih difavoritkan jadi wakil ketua.... Ternyata rencana Allah memang lebih dahsyat: disatukan-Nya kalian berdua di medan juang yang seumur hidup.)
Maka ketika berita itu datang, terngiang dalam benakku, hadits tentang keutamaan 'Aisyah.
Suatu ketika Amr bin al-Ash bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, "Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling engkau cintai?"
Beliau menjawab, "'Aisyah."
"Dari kalangan laki-laki?" tanya Amr.
Beliau menjawab, "Bapaknya."
Kalau aku boleh kurang ajar karena menyamakan hadits itu, aku ingin mengandaikan pertanyaan itu seperti ini.
Siapa teman yang paling engkau kasihi di Rohis SMA?
Iip.
Dari kalangan laki-laki?
Edoz.
* * *
Selain surprise dan haru, ada juga benih-benih kesyirikan. Ini yang ketiga kalinya, kalau ada yang ngajak nonton (dua di antaranya bayarin tiketnya), itu tandanya jodoh dia udah dekat. Haha... Syirik, emang, kalau lihat dari sudut pandang itu. Soalnya nggak ada hubungannya sama sekali, kecuali kalau mengingat konsep bahwa sedekah memperlancar rezeki, dan jodoh termasuk rezeki. Walaupun ini udah kejadian sama dua orang sebelumnya: Ummil dan Izza. Dan setelah mereka berdua nikah, Iip bahkan udah dua kali bayarin aku nonton.
Tapi jangan hanyut sama kesyirikan itu deh. Mending mikirin pertanyaan yang lebih mendesak: mau kondangan sama siapa? Haha.... Dulu kan waktu UmmiL nikah, aku luntang-lantung sama Iip, pun waktu jadi tamu-maksa-minta-undangan di walimahnya Izza, aku nebeng Iip and the gank. Giliran Iip yang nikah, masa aku mau kucluk-kucluk datang sendirian ke akad sampai walimah?
Aku coba menghubungi Mbak Lilik, tapi dia masih ngajar hari Sabtu. Dia malah nyaranin aku naik Go-Jek. Duh, segitu ngeneskah jadi jomblo? Kondangan dianterin driver Go-Jek?
Alhamdulillah, ada Fitri yang mau nemenin aku memenuhi undangan. Berkah banget ini, dah, soalnya lama lost contact sama dia, seminggu sebelum hari H dia menghubungi, dan akhirnya janjian bareng. Jazakillah, Fit.
Tapi pas sampai di rumah Iip untuk menyaksikan akad pun, ternyata banyak juga "teman" di sana. Padahal si Fitri udah ngerasa nggak enak duluan kalo datengin akadnya. Selain aktivis-aktivis Ungaran yang udah lebih senior (termasuk para ustadz dan ustadzah), ada juga temen kampusnya Iip.
Sebelumnya aku juga udah memastikan pada Iip, beneran itu akad jam 7 sesuai di undangan? Pagi amat itu. Tahu apa jawaban Iip?
"Iya. Telat, tinggal."
Ye keles, Nek. Emangnya gue mau ngikutin elu bikin akad juga, apa? Akad jual beli kali, ya. Haha.... Nasib ngenes si jomblo babak dua.
* * *
Kalau saat akadnya UmmiL yang bikin aku tergetar adalah terucapnya perjanjian yang teguh itu, di akadnya Iip aku justru lebih hanyut dalam bacaan Surah At Tahriim oleh Ahmad, adiknya Iip, sebagai pembuka acara. Merinding, karena biasanya dalam pernikahan lebih disukai Surah Ar Ruum ayat 21. Surah At Tahriim, bagiku, seolah khusus diturunkan sebagai panduan dalam berkeluarga, yang dibuka dengan kisah keluarga Rasulullah dan sebagian istrinya.
Ahmad sendiri memulai tilawahnya dari ayat 6. Perintah untuk menjaga diri dan keluarga dari neraka. Rasanya Ahmad sedang "mengancam" calon kakak iparnya itu supaya senantiasa menjaga Iip. Rasanya Ahmad sedang mengatakan, "Awas saja kalau tidak bisa membimbing kakakku ke jalan yang lurus."
Pun Ahmad seolah mewanti-wanti kakaknya, jangan sampai seperti istri-istri Nabi Nuh dan Luth, yang justru "berkhianat pada suaminya", padahal para suami itu adalah orang-orang yang shalih. Seandainya pun suaminya tidak shalih, jadilah seperti istri Fir'aun yang tetap beriman dan memohon perlindungan Allah (afwan, bukan bermaksud menyamakan dengan Fir'aun, sebab aku yakin, insyaallah Edoz termasuk suami yang taat). Termasuk pesan agar menjadi seperti Maryam yang menjaga kehormatannya.
* * *
Dulu Iip pernah nyeletuk, kalau nikah, pengin penghulunya dari KUA Klepu. Soalnya katanya pembawaannya lucu. Hehehe.... Ya mungkin karena waktu itu akadnya di kantor, jadi Pak Penghulu masih bisa sambil godain mbak dan mas manten yang adalah UmmiL dan suami. Tapi jelas lah itu nggak mungkin. Iip tinggal di wilayah mana, juga.
Aku nyaris ketinggalan dengar ucapan akad bapaknya Iip dan calon mantunya itu, karena pengantar dari penghulu volumenya pelan banget. Padahal MC-nya suaranya jelas dan keras (meski nggak bisa nangkap tiap kata, karena pakai bahasa Jawa kromo, tahu sendiri lah). Untungnya tadi sempat nitip sama adiknya Iip yang lain, Ahzami, buat rekamin video pas akad. Mana suara bapaknya Iip hanya sedikit lebih keras dari Pak Penghulu.
Mungkin beban sebagai ortu emang beda, ya. Menyerahkan anak gadisnya pada orang lain jelas bukan hal yang mudah. Tapi Edoz pun menjawabnya dengan nada yang mantap. Tidak seperti akad yang kuikuti pada umumnya, yang si mempelai pria seolah dituntut untuk mengucapkan bagiannya dalam satu napas dan tanpa putus. Walaupun sempat jeda di beberapa bagian (entah satu napas atau enggak), tapi Edoz menjedanya pada saat yang tepat, pada frasa yang benar, sehingga tidak ada kesan gugup yang biasa dialami mempelai pria.
Entah karena tidak melihat langsung (kehalang beberapa orang yang berdiri di celah antara tempat duduk putri dengan ruang akad yang isinya bapak-bapak), atau karena suaranya yang kurang jelas, feel pemindahan tanggung jawab itu sedikit goyah. Tapi tetap saja, ada ketakjuban yang selalu sama: ucapan yang tak lebih dari 20 detik itu... bisa mengubah haram menjadi halal, bisa mengubah kepemilikan surga seorang perempuan dari ibu pada suami....
Ketakjuban yang melahirkan ketidakpercayaan. Is this for real?
Bahkan seringkali pasangan pengantin pun belum sempat ngeh dengan status yang mendadak berubah itu. Sehingga, bagi mereka yang biasa menjaga dirinya dari bersentuhan dengan non-mahram, rasanya aneh untuk tahu-tahu harus bersanding dan bersentuhan.
Iip tidak lepas dari pengalaman sejenis. Jadi kocak melihat Iip yang ketawa malu-malu waktu disuruh foto jejer bareng sambil pamer buku nikah, apalagi disuruh salaman. Malahan pas prosesi cium tangan suami, begitu Edoz mengangkat tangan mau menyentuh kepala Iip, Iip malah langsung mengangkat wajah dan balik kanan bubar jalan.
Belum lagi pas sesi foto bareng.
Aku ngeledekin, "Gandengan, dong!"
Itu pun mereka salah cara gandengannya! Sampai dibenerin salah satu dari ibu-ibu yang ada di situ. Dasar, nggak biasa gandengan, ya? Eh.
Betewe, ini kalau diceritain kekonyolan mereka, bisa sebuku sendiri kali ya? Berkali-kali nonton video rekaman tentang Iip ketawa-ketiwi enggan disuruh deket-deket, sementara Edoz hanya bisa cengar-cengir melihat tingkah istri barunya itu, bisa bikin aku ngakak sendiri.
* * *
Aku dan Fitri pamitan usai menikmati soto yang dihidangkan pada para tamu akad. Rencananya, setelah itu baru kami menghadiri walimah di gedung.
Nggak ada hal unik yang terjadi di sana, sih. Paling cuma ketemu beberapa temen SMA, dan akhwat serta ummahat Ungaran. Atau Nurul, si temen kampusnya Iip yang dari Tegal itu, datang ke lokasi walimah dengan satu mobil bareng si manten, dan cerita kejadian di dalam mobil; dan begitu di gedung, dia nungguin aku dan Fitri buat masuk bareng serta naik ke pelaminan bersalaman sama yang punya hajat.
* * *
Sebelum hari ini, pernah bilang ke Iip, tulisan ini memang direncanakan diselesaikan pascaacara, mengingat biasanya ada saja kejadian konyol yang kualami kalau hadir di pernikahan orang. Tapi kayaknya lebih asyik menceritakan kekocakan Iip, hehehe.... Kekonyolan yang kulakukan sejauh ini paling banter nginjek tangan ibu-ibu waktu mau beranjak keluar ruangan para akhwat menyaksikan akad.
Dan aku sadar, yang membuat suasana jadi kocak justru Iip. Tidak selalu dari tindakan Iip sih, lebih banyak akibat dari tingkah lakuku yang kemudian menyeret Iip dalam kekonyolan itu. And now, my "single" mate, is married. She's double now.
Nenek, kita masih bisa membuat kekonyolan-kekonyolan lain, kan? Hiks....
Edoz, izinin Iip untuk sering-sering aku pinjam ya....
* * *
Baarakallaahu lakumaa wa baraka 'alaikumaa, wa jama'a bainakumaa fii khair.
Semoga menjadi keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah, yang melahirkan kader-kader terbaik ummat.
waaaa... mantap bgt ceritanya liill.. sukaaa :D
ReplyDeletekalo giliran mb sus, kirimin tiket PP ya mb :D
DeleteMenyentuh hati sekali mba wkwk
ReplyDeletemaafkan temen mba yg satu itu ya hihi
udah disogok tiket nonton duluan, jadi mau gak mau dimaapin, hihi...
Delete