Siapa yang Kau Percaya?
Sudah beberapa bulan lalu saya mengikuti sebuah kajian yang di dalamnya menjelaskan kisah haditsul ifki. Dan sudah sejak berbulan-bulan sebelumnya, hingga saat ini, ada satu pertanyaan yang jawabannya belum memuaskan penasaran saya. Tapi sebelumnya mari kita kenang kembali, singkat saja, kisah yang menjadi asbabun nuzul beberapa ayat dalam Surah An Nuur.
Aisyah tertinggal dari rombongannya yang melanjutkan perjalanan karena ia mencari kalungnya yang hilang. Hanya ada Shafwan yang juga tertinggal, maka keduanya pun mengejar rombongan mereka bersama-sama. Sesampai di kota, karena keduanya kembali bersama, tersiarlah gosip "ada apa-apa" di antara mereka. Gosip yang dimotori kaum munafik, tapi termakan juga oleh beberapa sahabat. Aisyah sendiri telah menyatakan dirinya tidak seperti yang dituduhkan padanya, namun selama beberapa saat fitnah itu masih beredar. Hingga turunlah firman Allah yang menegaskan kesucian Aisyah, dan azab bagi kontributor berita bohong tersebut.
Kisah itu selalu relevan sebagai pelajaran untuk ujian-ujian dakwah. Pada masa itu, dakwah Rasulullah sudah terbilang mantap, Madinah cenderung stabil, sehingga kaum munafik gatal ingin memberi "sedikit"goncangan. Di masa ini pun sama. Ketika dakwah Islam sudah meluas, ada saja yang ingin mengambil posisi pembuat kekacauan. Dibuatlah berbagai isu untuk mencitrakan negatif dakwah Islam. Dan tentunya, biang kekacauan ini dipegang oleh musuh dan pembenci Islam. (Sebagai catatan, musuh dan pembenci ini tak harus beragama di luar Islam; inisiator haditsul ifki saja kaum munafik, yang maknanya kurang lebih masih beragama Islam, meski "Islam KTP". Dan bukankah kata Allah, "Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga"?)
Nah, pertanyaan yang di atas saya sebut masih menghantui saya adalah, kok bisa sih orang-orang percaya ketika tersebar berita negatif tentang kaum muslimin ini? Begitu mudahnya membenarkan berita itu, padahal kondisinya, objeknya adalah kawan kita, sementara subjek penyebarnya jelas-jelas musuh?
Sebetulnya keheranan saya bukan cuma terkait kaum muslimin saja. Secara umum, saya heran, betapa mudahnya kepercayaan kita pada kawan tergerus oleh berita miring yang dibawa musuh. Contoh fiksinya, waktu baca novel Harry Potter, di buku ketujuh diceritakan, setelah Dumbledore meninggal, muncullah isu-isu bahwa Dumbledore muda pernah tertarik ilmu hitam, mengurung adik perempuannya yang Squib, dan mengincar kekuasaan. Harry, yang selama ini mengenal Dumbledore sebagai pembela Muggle dan penentang utama Voldemort, termakan isu tersebut yang dibawakan oleh wartawan yang dulunya jelas-jelas pernah menulis berita bohong tentang Harry. Meskipun termasuk dekat dengan Dumbledore, Harry justru menolak diyakinkan teman-temannya, bahwa sekalipun itu benar, di masa tuanya Dumbledore sudah meninggalkan semua itu. Dia baru yakin setelah "arwah" Dumbledore sendiri menceritakan detailnya pada Harry.
Selain HarPot, tak terhitung cerita yang konfliknya bermula dari hasutan musuh kepada tokoh protagonis bahwa teman atau keluarganya begini dan begitu, supaya timbul salah paham dan akhirnya hubungannya retak. Betapa mudahnya diadu domba! Fiksi, mungkin begitu. Tapi itu mencerminkan kehidupan di dunia nyata! Dan itu banyak!
Mau contoh kekinian yang bukan fiksi? Ada.
Pernah baca tulisan saya Dari Diskusi ke "Jalanan": Catatan Aksi Piala Citra untuk Walikota Semarang? Singkatnya, usai aksi yang dilakukan KAMMI Semarang, sebuah media melaporkan bahwa pejabat yang ditemui KAMMI dalam aksi tersebut mengatakan KAMMI belum mengumpulkan LPJ tahunan, padahal para peserta tak pernah mendengar ucapan itu dari pejabat yang disebut, bahkan bapak pejabat tersebut mengakuui tidak pernah menyatakan hal itu. Tapi link berita itu langsung di-share di berbagai media sosial, termasuk oleh sesama kader dakwah yang seharusnya saling mendukung perjuangan dan saling membela dari serangan musuh dakwah. Dan caption di shared link itu begitu sinis, tanpa sebelumnya tabayyun kepada kami.
Dan saya yakin, kalian juga bisa mengemukakan contoh-contoh lainnya.
Kawan kita, mungkin banyak kekurangannya, tapi kita tahu kebaikan-kebaikannya, bahkan termasuk keburukannya, tapi kita lebih tahu seberapa besar kemungkinannya kawan kita melakukan keburukan itu. Musuh kita, jelas takkan mengatakan yang baik-baik tentang kita, dia akan menginginkan kita jatuh. Bagaimana mungkin kita bisa lebih percaya kepada orang yang ingin menjatuhkan kita, dibandingkan orang yang berjuang bersama untuk hal yang sama?
Bodoh, fanatik, buta mata... terserah deh mau dibilang apa. Apalagi kadang "bukti" yang digencarkan musuh tampak meyakinkan. Tetapi kepercayaan kepada kawan, dan ikatan ukhuwah, jauh lebih berharga daripada mempercayai kata musuh. Seandainya ucapan sang musuh benar, kita akan masih memiliki ikatan itu. Lebih-lebih jika fitnah itu sama sekali salah... kalau kita telan mentah-mentah, sudah dapat dosa fitnah, kehilangan kawan juga, kan?
Dan saya yakin, kalian juga bisa mengemukakan contoh-contoh lainnya.
"I believe you" |
Bodoh, fanatik, buta mata... terserah deh mau dibilang apa. Apalagi kadang "bukti" yang digencarkan musuh tampak meyakinkan. Tetapi kepercayaan kepada kawan, dan ikatan ukhuwah, jauh lebih berharga daripada mempercayai kata musuh. Seandainya ucapan sang musuh benar, kita akan masih memiliki ikatan itu. Lebih-lebih jika fitnah itu sama sekali salah... kalau kita telan mentah-mentah, sudah dapat dosa fitnah, kehilangan kawan juga, kan?
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu."
—QS. Al Hujuraat [49] : 6
No comments