Header Ads

Delapan Cerita Kaum Milenial (Resensi "8 Stories" PKS)


Ketika membaca kabar bahwa PKS akan membuat film dengan tokoh para maskotnya, saya penasaran. Jalan cerita seperti apa yang akan dibuat sebagai sarana "kampanye" sebuah partai politik dengan suasana kekinian? Satu-satunya skenario yang bisa saya bayangkan, kelima maskot yang terdiri dari Kea, Adi, Dilan, Eja, dan Tera ini nantinya akan berkumpul yang ujungnya menekankan pentingnya partisipasi generasi milenial dalam pemilu, salah satunya dengan memilih PKS.

Rupanya, tim produksi yang menamai film PKS ini dengan 8 Stories jauh lebih kreatif daripada itu.

Film ini sejatinya merupakan kumpulan delapan short movie yang masing-masingnya memiliki tema berbeda. Temanya pun sangat khas milenial: bullying di sosmed seperti body shaming, remaja salah pergaulan, dilema vlogger, saling tuduh dan semprot tanpa bukti, bahkan nyerempet ledek-ledekan soal virus merah jambu seperti yang tren di sosmed belakangan ini.

Yang paling saya suka adalah kisah Tera, seorang hacker berbakat yang bergabung dalam tim untuk meretas akun bank. Tidak hanya jalan ceritanya yang unik, tapi sinematografinya juga paling kece.

Hanya saja, dalam short movie lainnya, tokoh Tera ini kurang menonjol. Kebanyakan cerita berfokus pada Kea dan Dilan sebagai tokoh kunci.


Kea sendiri merupakan kejutan. Melihat gambar kartunnya yang bergamis dan jilbab besar, bayangan saya tentang Kea adalah akhwat lembut dengan tausiyah menyejukkan bagi sekelilingnya. Ternyata Kea adalah akhwat milenial yang gaul, seorang vlogger, berpembawaan kocak, dan "sedikit" ekspresif. 

Dilan, yang dalam kartun digambarkan sebagai ikhwan tulen, sama gaulnya dengan Kea. Dia punya grup musik beranggotakan tiga orang. Sama kocaknya seperti Kea, baik para tokoh lain maupun penonton sering nge-cie-cie-in antara mereka berdua. Aduh, khas bocah milenial banget! (Inget umur, Bu! Udah mau kepala tiga!)

Mengintil Kea-Dilan, ada Adi dan Eja. Catatan buat Eja, menurut saya pemerannya kurang embul! Haha... soalnya kalau dalam kartun, Eja kan sedikit lebih gembul daripada Kea, tapi di situ mereka sama tembemnya. Kalau saja Eja segembul dalam kartun, dia bisa jadi sosok penghibur buat Kea yang mulai galau sama berat badan. Hihi.

Mereka berempat, plus Tera sesekali, sering nongkrong di kafenya Daddy. Nah, Daddy inilah yang menjadi sosok mentor bagi Kea-Adi-Dilan-Eja-Tera. Dia mencetuskan ide "Papan Perasaan" di kafenya, tempat para pengunjung bisa menumpahkan unek-uneknya di selembar sticky note dan menempelkannya di papan.

Yang unik, jalan cerita 8 Stories ini sama sekali tidak menyinggung nuansa perpolitikan, apalagi pemilu itu sendiri. Paling-paling, sesekali menyelipkan kode-kode angka 8, angka 2, kode 8 jari PKS, dan melibatkan tokoh-tokoh PKS sebagai cameo. Saya mengagumi cara sutradara memasukkan simbol-simbol ini dalam cara yang natural alias tidak terlalu "maksa".

Misalnya saja, waktu Eja mewakili orang tua untuk mengambil rapor adiknya. Ketika melihat Ustadz Sohibul Iman lewat, adik Eja langsung protes ke sang kakak, "Ketua partai aja mau ngambilin rapor anaknya, masa Ayah sama Ibu nggak bisa?"

Standing applause buat adegan ini.

Ada juga Ustadz Hidayat Nur Wahid, yang dalam cerita diundang untuk mengisi acara ulang tahun kafenya Daddy. Untuk yang ini, saya akui ada benang yang belum terikat sempurna. Maksudnya, kafe mana sih yang mengundang pejabat sekaliber Ustadz HNW hanya untuk memberikan sambutan singkat di hari jadinya? Mungkin akan lebih nyambung kalau Ustadz HNW diceritakan sebagai pelanggan tetap kafe, dan sebagai seorang yang punya jabatan tinggi, pantas lah kalau diberi kehormatan menyampaikan sambutan. Meski demikian, setidaknya ini tertutupi dengan reaksi Kea yang ngefans banget sama beliau.

Dari segi teknik sinematografi, awalnya tidak berharap banyak, mengingat ini film garapan sendiri, bukan mengundang produser besar. Nyatanya, keren juga, lo! Gambarnya jernih, suaranya pun jelas, dan efek visualnya pun luar biasa. Semodel dengan posternya, efek visualnya jadi mirip poster superhero gitu, deh.

Salut untuk tim kreatif PKS!

8 Stories dirilis pada 8 April lalu di beberapa kota. Mungkin maksudnya ngepasi nomor urut PKS dalam pemilu 2019, nomor 8. Akan tetapi, menurut saya, sebagai film yang ditujukan sebagai media kampanye, jadwal penayangan film ini terlalu mepet dengan hari pemilihan, hanya H-9. Itu pun tidak semua kota menayangkan pada hari yang sama. Saya sendiri baru nonton Jumat malam, 12 April lalu, di Jogja.

Di samping itu, creative campaign semacam ini seharusnya menjangkau penonton yang lebih luas. Kalau hanya diputar di kantor-kantor PKS setempat (meskipun lokasi nontonnya dipindah ke bioskop), pesertanya kurang lebih seperti yang dibilang Kea: 4L alias lu lagi, lu lagi.

Seandainya tidak terlalu menekankan angka 8 dan 2 yang merupakan nomor urut PKS dan capres usungan PKS pada pemilu (yang merupakan angka temporer saja), 8 Stories sebenarnya kontekstual dengan kondisi kaum milenial jaman now.

Masa kampanye hanya tinggal hari ini, sejauh yang saya tahu. Besok, 14 April, sudah masuk masa tenang. Jadi, saya berharap 8 Stories segera disebar ke media publik seluas-luasnya, sehingga semua orang bisa menontonnya dengan bebas sebelum pemilu, dan bisa menjadi daya tarik untuk memilih PKS 17 April mendatang.

No comments

Powered by Blogger.