Header Ads

Calon Mahasiswa, Euy!


Aku bener-bener panik pas membuka tas hanya menemukan SKHU asli. Kelima kopiannya yang udah dilegalisasi raib semua! Bagaimana mungkin bisa terjadi? Ketika menerimanya dari Mbak TU Selasa lalu, di paling atas aku melihat kopiannya lengkap dengan cap dan tanda tangan Bu Halimah selaku kepsek yang menyatakan "sesuai dengan aslinya". Aku bahkan sama sekali tidak melihat di tumpukan berkas itu SKHU yang asli.

Duh, gimana nih? Siapa sih yang tega banget ngambil SKHU-ku tercinta (walau nilai UAN-nya nggak memuaskan) itu? Lagian, kalaupun ada yang ambil, buat apa juga? Nilai "jelek" gitu, dijual nggak laku. Paling-paling buat bungkus kacang!

Sekitar satu atau dua jam aku berkutat mencari kopian SKHU yang akan kugunakan untuk verifikasi pendaftaran mahasiswa UNDIP (ciee, mahasiswa nih, ye...). Akhirnya bapakku mengusulkan, minta legalisasi lagi aja ke sekolah! Astaghfirullah... urusan sekolah biasanya ribet be-ge-te... Mana tanpa seragam nggak akan dilayani!

Tapi daripada nggak jadi verifikasi, mending juga ngurusin ke sekolah. Pesimis aku pun berangkat, apalagi saat itu udah jam 11 lebih, bisa-bisa baru jadi besok. Sampai di sana, si Mbak bilang, "Bu Halimah lagi ada tamu, ik. Gimana?"

"Yah, Mbak, buat verifikasi UNDIP hari ini, nih," desakku panik.

"Lha kok nggak dari kemarin?"

"Kemarin udah, tapi ilang, Mbak."

"Lha kok bisa ilang?"

Aku jadi keinget sama Upin-Ipin. Waktu sapinya ilang, si Paman Mutho bilang, "Macam mana bisa ilang?" Upin-Ipin bilang mereka main. Si paman bilang lagi, "Macam mana bisa main?" Hehehe...

"Ya udah," si Mbak akhirnya berkata, "Tapi nunggu tamunya Bu Halimah pulang. Jadi sekitar pulang sekolah nanti."

What? Annida yang ambil antrean sejak pagi aja dapat nomor yang baru akan dipanggil sekitar setengah satu, lha kalo aku ambil nomor jam duaan gitu, dipanggil jam berapa? Dengan janji si Mbak TU yang akan secepatnya memasukkan berkasnya, aku menunggu sendirian di hall. Aku kabarin Bapak. Bapak usul, kalau yang tanda tangan Kepala TU aja gimana? Setahuku nggak bisa, soalnya aku dulu pernah tanya. Ka TU cuma bisa kalo surat pernyataan, kalo legalisasi nggak bisa. Aku disuruh tanya lagi, soalnya katanya kalo UNDIP nggak apa-apa yang tanda tangan Ka TU.

Aku janji sama Bapak, kalau setengah jam lagi urusan masih ribet, baru minta Ka TU aja yang tanda tangan. Ternyata pas aku minta jam 12, udah jadi. Alhamdulillah banget, Allah-ku...

Selesai shalat dan ganti baju, aku langsung melesat ke UNDIP diantar Bapak. Sampai di sana jam satu kurang dikit, kita bingung sama prosedurnya. Nih masuknya lewat pintu mana... Serem banget lihat anak-anak Teknik (yang kebanyakan berjenis kelamin jantan) pada di depan pintu keluar (salah kira, aku, kirain pintu masuk) alur pendaftaran, sambil mengacung-acungkan karton bertuliskan nama jurusan masing-masing.

Ternyata pintu masuk ada di samping gedung. Di depan pintu masuk ada teras luas yang dipadati puluhan pengunjung (baca: pendaftar dan pengantarnya). Aku dan bapakku menyeruak melewati pengunjung yang lesehan di teras macam pengungsi itu untuk mendekati seorang anggota Menwa yang jaga di pintu. Dapatlah aku sebuah kartu kecil warna kuning dengan tulisan di atasnya "025".

"Kok nomor 25, Mas?" tanya Bapak.

Mas Menwa menjelaskan, "Untuk kartu yang warnanya putih, dipanggil dulu saat ini, sampai nomor 1000. Setelah mencapai 1000, giliran nomor kuning dimulai dari 1 lagi."

"Lha ini kira-kira nanti dipanggil jam berapa?"

"Sekitar jam setengah tiga," kata Mas Menwa.

Sementara menunggu selama satu setengah jam, bapakku mengajakku makan di ADA. Katanya, kalau makan di penjaja makanan yang ada di situ, harganya bisa naik seenak pedagangnya sendiri.

Jam setengah tiga aku kembali. Masih nomor 900-an. Aku dan Bapak menunggu di sudut teras, ikut-ikutan yang lain jadi "gelandangan". Akhirnya sampailah nomor 1000. Berikutnya, "Nomor kartu kuning: 1-20 masuk."

Berarti sebentar lagi.

Tapi setelah menunggu seperempat jam lebih aku heran, kok nggak dipanggil-panggil? Padahal sebelumnya, untuk memanggil tiap sepuluh orang aja jedanya nggak sampai lima menit. Setengah jam berikutnya aku meminta bapakku mendekati Mas Menwa, tanya apa giliranku masih lama. Kan kalau masih lama bisa shalat Asar dulu (udah jam empat kurang seperempat, gitu!). Bapakku pun mendekati Mas Menwa (kayaknya beda ama yang kasih kartu tadi, aku lupa).

Apa kata Mas Menwa?

"Udah tutup, Pak."

What? Jadi penantianku selama ini sia-sia belaka?

Di sampingku ada juga sepasang ibu dan anak perempuan yang kayaknya mengalami nasib yang sama denganku.

Mas Menwa berkilah, "Berkasnya udah habis, jadi besok lagi aja."

Nggak bisa begitu, dong! Kok bisa berkasnya habis? Hari ini, Kamis, 20 Mei 2010, menurut jadwal UNDIP, adalah waktu verifikasi untuk Fakultas Teknik. Hanya Fakultas Teknik, sementara hari lain bisa dua lebih fakultas yang verifikasi. "Ya kami datang sesuai jadwal," protes si ibu di sampingku. "Kalau tahu nggak harus ikut jadwal, kami bisa datang dari kemarin-kemarin aja. Saya datang dari Pemalang!"

Aku udah mendidih. Satu kilahan lagi mungkin bisa membuatku menguap... eh, meledak. Tapi saat waktu meledak itu kudapat juga, "Ya harusnya udah dijatah sesuai jumlah mahasiswanya dong, Mas," kayaknya nggak ada yang dengerin aku!

Akhirnya Mas Menwa membawa kami masuk, dihadapkan seorang bapak. Aku dan gadis Pemalang itu diberi berkas hijau tes kesehatan (yang alhamdulillah-nya masih ada) dan langsung suruh mengisi di ruang tes fisik putra! Untungnya udah kosong. Sementara itu pengantar dipersilakan menunggu di luar.

Pertama, pemeriksaan tensi darah. Tekanan darahku rendah. Hmm... udah dalam puncak emosi gini, tekanan darahku kok masih rendah, ya? Hehehe...

Next, tes mata. Kirain sampai detail minus berapa, kanan-kiri diperiksa semua, ternyata tes yang hanya tes buta warna itu hanya satu mata yang dites. Itu pun ditinggal sama pengetesnya ngobrol dengan pengetes-pengetes yang lain. Dan setelah itu mataku dinyatakan normal. Padahal rasanya aku salah dikit, deh, menyebutkan angka di atas kertas itu.

Just a formality!

Pemeriksaan golongan darah kulalui dengan lancar. Satu yang menarik perhatianku, selain kolom anti-A, anti-B, dan anti-AB, ada kolom anti-Rh. Jadi penasaran, rhesus-ku positif apa negatif, ya? Pas petugas yang mencampur darahku dengan antigen-antigen itu bertanya padaku apa golongan darahku berdasarkan pemeriksaan sebelumnya, aku jawab O. Dan memang, dari pengecekan dengan tiga antigen di kertas itu, darahku tak ada yang menggumpal. Sementara anak Pemalang yang masuk bareng aku tadi, di anti-B dan anti-AB menggumpal.

Lanjut.

Setelah pengesahan data kesehatan, aku menuju penyerahan berkas. Saat itu pula akhirnya aku dapat NIM. Cihuy... mahasiswa, euy!

Lebih kerasa mahasiswa lagi pas di sisi belakang aula yang paling tinggi dari tingkatan di bawanya, difoto pakai jas almamater UNDIP. Di depan kamera, aku ditanya nomor pendaftaranku kemarin berapa.

"Lupa, Mbak," jawabku polos. Semua berkas kan udah dikasihin di bawah (sisi aula yang lain).

"Di HP nggak ada?" tanya mbak yang bertugas.

Aku menggeleng, dan seketika itu disuruh mencari nomorku. Aku melintasi tempat duduk yang menurun, masih mengenakan jas almamater itu. Setelah ketemu, aku naik lagi dan laporan. Barulah sesi pemotretan (cie!) berlangsung.

Setelah itu, pos kedua sebelum terakhir adalah pengisian formulir untuk pembuatan rekening di bank Mandiri. aku berlari menuju meja pengambilan formulir. Tapi si mbak memanggilku, "Dik, jaketnya."

Masya Allah! Aku lupa kalo masih mengenakan jas almamater UNDIP itu!

Setelah dapat formulir dan mengisi sebagian, penjaga meja formulir itu minta fotokopi kartu identitasku. Yah, nggak ada pengumuman dari kemarin. Fotokopi KTP-ku kan udah masuk di berkas dengan yang lain di bawah. Aku pun disuruh fotokopi dulu. Hari ini harus jadi.

Di luar, bapakku udah menunggu. Bapakku-lah yang akhirnya mencari fotokopian, sementara aku shalat Asar dulu. Ternyata udah jam 16.45 WIB.

Kembali ke aula, ternyata tinggal aku seorang yang masih belum selesai. Setelah formulir beres, aku diantar ke... apa, ya? Pokoknya di aula depan langsung dikasih kartu tabungan Bank Mandiri. Untuk pertama kalinya seumur hidup, aku punya kartu tabungan! Tapi masih kosong melompong, alias saldo Rp0,00.

But finally, proses verifikasi yang melelahkan ini selesai juga, dengan aku sebagai peserta terakhir hari ini. Jadi nggak sempat mampir stand bazarnya Rohis UNDIP deh, padahal udah sejak kemarin ditawari sama Mbak Latifah, alumni Rohis SMA-ku yang sekarang nerusin di UNDIP.

No comments

Powered by Blogger.