Daurah Marhalah: Antara Dua Pilihan
Kalau ada satu persamaan dalam pengalamanku mengikuti Daurah Marhalah (DM) 1-3 KAMMI, itu adalah betapa aku selalu berdilema antara dua pilihan. Tapi aku juga takjub, betapa ternyata pertolongan Allah itu begitu dekat.
* * *
Daurah Marhalah 1 (5-7 November 2010)
Harapanku runtuh
seketika begitu mendengar LKMM Pra-Dasar di jurusanku akan diselenggarakan pada
tanggal yang tepat bersamaan dengan DM-1 Teknik. Sempat terpikir untuk mangkir LKMM
PD, tapi mana mungkin? LKMM PD juga tak kalah pentingnya, karena ini sama-sama
sebagai tiket masuk, ke himpunan jurusan. Senior-senior di KAMMI bukan orang
yang ashobiyah dengan KAMMI saja (seperti yang dikhawatirkan
para senior di organisasi intrakampus mengenai EGM), mereka pun sama-sama kader
terbaik jurusan yang tidak akan mengizinkan seorang maba bolos begitu saja dari
LKMM PD.
Seorang senior
akhwat KAMMI memberikan solusi supaya aku ikut DM-1 yang diadakan komisariat
lain, tetapi dia sendiri pun menyarankan dengan setengah hati. Menurutnya, DM-1
Teknik adalah yang paling seru. Ehm!
H-4, HM
mengumumkan: LKMM PD diundur! Aku tahu para panitia cukup kesal dengan
keputusan ini karena ada kendala di jurusan, tapi aku tak bisa menahan diri
untuk bersuka cita. Akhirnya aku bisa mendapatkan keduanya. Aku bisa mengikuti
DM-1 KAMMI Teknik bersama teman-teman seangkatanku.
Salah satu
materi ke-KAMMI-an yang diberikan mencakup jenjang kader yang ada di KAMMI:
dari anggota biasa (AB) 1 sampai 3. Untuk setiap kenaikan jejang, harus diawali
dengan DM yang dinamai sesuai urutan jenjang yang akan dimasuki, dengan materi
yang lebih mendalam pula sebagai kader KAMMI. Jadi, DM-1 ini adalah langkah awal
untuk menjadi AB-1.
Saat itu juga
aku menginginkan lebih. Aku ingin mengikuti semua daurah selanjutnya, DM-2 dan
DM-3, walaupun rasanya muskil. Di mata maba yang baru saja lulus DM-1, AB-2 dan
AB-3 itu begitu keren. Baru beberapa gelintir angkatan di atasku yang sudah
AB-2, bahkan senior paling senior yang kujumpai pun hanya mengikuti sampai
DM-2. Cuma ada satu-dua "mbahnya senior" yang sudah menyelesaikan
hingga DM-3.
Beberapa bulan
kemudian ada teman seangkatan yang beda fakultas, dia bercerita sudah mengikuti
DM-2. Dalam hati aku takjub, anak 2010 udah naik jenjang. Di fakultasku saja,
masih banyak senior yang sedang berproses menuju AB-2. Sebenarnya dapat
dimaklumi, karena, menurut seorang senior Teknik, fakultas temanku itu memang
membutuhkan banyak kader sehingga perlu percepatan, sedangkan Teknik udah
kebanyakan kader. Ngantre, istilahnya.
Daurah Marhalah 2 (9-11 Desember 2011)
Bersama delegasi Semarang di DM-2 Bogor |
Sebuah SMS broadcast masuk, mempersilakan kader Teknik yang berminat mengikuti DM-2 untuk melakukan sertifikasi, kemudian mengikuti seleksi di KAMMI Daerah (lebih populer disebut KAMMDa, termasuk untuk menyebut sekretariatnya).
Aku tahu, bukan
aku yang diprioritaskan untuk mengikuti DM-2 saat itu juga. Tapi aku begitu
ingin menyusul temanku yang sudah DM-2, jadi aku nekat minta disertifikasi.
Untungnya diizinkan--sebelumnya aku khawatir dianggap masih terlalu dini untuk
minta sertifikasi, tapi aku berdalih, undangan yang kuterima itu kan bersifat
terbuka.
Proses
selanjutnya adalah seleksi di KAMMDa. Benar-benar modal nekat, aku sama sekali
tidak belajar. Dipikir-pikir, dalam seleksi tertulis, mungkin jawaban benarku hanya
5 dari 10 soal!
Saat seleksi
wawancara, aku ditanya, "Ini seleksi untuk DM-2 di mana? Bogor atau
Sleman?" Aku bahkan tak tahu, kalau seleksi untuk kedua tempat itu ada
bedanya. Dua-duanya dijadwalkan akhir Desember 2011.
Kamis, 8
Desember 2011. Pagi itu, aku tidur lebih lama dari biasanya di wisma. Sehari
sebelumnya disibukkan dengan agenda pemira yang melelahkan. Yang membangunkanku
adalah SMS dari Kadep Kaderisasi KAMMI Teknik, memberitahukan bahwa aku lolos
DM-2 di Bogor, dan meminta konfirmasi kesediaan berangkat secepatnya.
Masih mengantuk,
aku cuma bisa mengucap syukur. Baru setelah membaca kembali SMS itu dengan
teliti, aku benar-benar terbangun. DM-2 Bogor dilaksanakan Jumat-Sabtu, 9-11
Desember 2011. BESOK BANGET? Bukannya katanya akhir Desember?
Aku membalas SMS
itu, mempertanyakan jangan-jangan salah tulis tanggal? Ternyata tidak. DM-2
Bogor memang dimajukan jadwalnya. Kadep Kaderisasi menawarkan, kalau tidak bisa
berangkat ke Bogor, ikut Sleman saja yang jadwalnya seperti semula, akhir
bulan.
Berangkat sekarang atau nanti? Aku memilih
meminta izin orang tuaku sebagai pertimbangan. Mereka mendukung keberangkatanku
ke Bogor daripada ke Sleman, yang jadwalnya mepet dengan ujian semester.
Karena malam itu
juga aku harus berangkat, aku hanya punya waktu sampai zuhur untuk membereskan berbagai
amanah. Di antaranya LPJ departemen di BEM (kadepku yang juga AB-2 itu malah
memberikan banyak petuah sebelum DM-2), dan persiapan Training Rohis (TR) 1 di
jurusan yang akan dilaksanakan Sabtu-Ahad (aku satu-satunya akhwat 2010 di
rohis jurusan—alhamdulillah, para akhwat lintas forum angkatan di Teknik
bersedia membantu jalannya TR-1).
Semua koordinasi
selesai siang itu juga, sehingga aku bisa langsung pulang ke rumah Ungaran
untuk berkemas. Lebih tepatnya, aku ngebut menulis makalah, sementara ibuku
mengepak pakaian dan kebutuhan lainnya untukku. Menjelang magrib, bapakku
memesankan taksi supaya aku tidak terlambat sampai di Stasiun Poncol.
Selain aku, Semarang
mengirimkan 4 ikhwan Teknik dan 2 akhwat Kombes sebagai peserta. Namun kedua
akhwat itu rupanya baru berangkat dari Tembalang karena ada praktikum.
Mengingat kereta berangkat 3 menit lagi, aku diberangkatkan bersama 4 ikhwan
itu saja.
Bisa
dibayangkan? Aku akhwat sendiri, "dijagai" 4 ikhwan selama perjalanan
menuju Jakarta, lalu lanjut ke Depok, ke rumah salah satu dari mereka untuk
transit. Semuanya berlangsung sebelum Subuh.
Kedua akhwat
lainnya baru datang sekitar pukul 8, naik bus dari Semarang. Baru setelah
mereka datang, aku tahu semua hal yang berkaitan dengan DM-2. Di antaranya,
bahwa acara baru dimulai Jum'at sore, jenis pakaian yang harus dibawa, serta
aturan penulisan makalah. Masa bodoh lah kalau kena iqab, aku punya alasan kuat bahwa pemberitahuan sangat mendadak.
DM-2 Bogor kali
ini berlangsung hanya selama 3 hari, alih-alih 5 hari seperti yang sering
kudengar. Sepertinya karena persiapan yang minim, aku lebih banyak diam selama
diskusi. Entah kenapa, aku masih nyambung dengan materi yang disampaikan. Aku
hanya fokus menyerap ilmu satu-arah dari pembicara, hanya satu-dua kali
bertanya. Benar-benar berbeda dengan kebiasaanku yang punya banyak pertanyaan.
Aku pernah
diberi tahu bahwa menjadi AB-2 berarti harus siap menjadi ketua komisariat, alias
kakom. Walaupun ada rasa deg-degan juga kalau harus jadi kakom, surat
pernyataan yang diminta oleh panitia cukup melegakanku. Sambil mendiktekan
redaksi surat tersebut, panitia menyebutkan, kurang lebih begini, "...
siap menjadi kakom--untuk ikhwan, atau korwat--untuk akhwat." Rasanya aku
jadi punya perisai untuk mengelak kalau dicalonkan jadi kakom, karena
"perjanjianku" saat itu hanya menyebutkan aku bersedia jadi korwat.
Hehe....
Setelah
"kloter" pertama itu, selanjutnya berbondong-bondong kader 2010
berangkat DM-2. Hingga menjelang Muskom 2013, ada 11 kader 2010 yang bisa
dicalonkan sebagai kakom, dilihat hanya dari syarat sebagai AB-2. Maka suasana
menjelang muskom tahun itu termasuk yang paling dinamis karena banyaknya
"pilihan" calon kakom.
AB-2 KAMMI Teknik dari angkatan 2010, berdasarkan urutan DM-2 |
Daurah Marhalah 3 (5-10 Februari 2013)
Peserta DM-3 Jawa Tengah |
Walaupun keinginan untuk mengikuti DM-3 masih ada, aku tak terlalu ngoyo. Aku berpikir, hanya petinggi-petinggi KAMMDa yang akan diberangkatkan; segelintir saja kader yang masih di komisariat menjadi prioritas. Bahkan ketika jadi pengurus KAMMDa, aku yakin setidaknya masih satu tahun lagi kalau mau berangkat.
Jadi aku
tercengang ketika, kurang dari sebulan sejak aku dipanggil bergabung di KAMMDa,
ada SMS masuk dari Ketua KAMMDa, menawarkan aku untuk
ikut DM-3 Jateng yang akan berlangsung di Solo. "Menawarkan"
mungkin kurang tepat; beliau memang tidak mewajibkan, tapi tak diragukan lagi
ada nada memerintah dalam SMS itu.
Secepat ini? Dan
di Jateng? Penginnya, aku DM-3 di provinsi lain. Tapi kesempatan tidak datang
dua kali, kan? Jadi aku mengiyakan saja, sembari dalam hati mempersiapkan diri.
Sama seperti
sebelum DM-2, aku mengiyakan tanpa melihat jadwal. Beberapa saat kemudian kaget
sendiri: DM-3 dilaksanakan kurang dari 3 hari lagi! Maksudku, benar-benar
kegiatan DM-3 itu sendiri, bukan seleksi atau kegiatan pra-DM lainnya.
"Berkas
urusan gampang," balas Ketua KAMMDa, ketika kukatakan aku belum menyiapkan
berkas apa pun.
Masih ada satu
kendala lagi. Saat itu aktivitas kuliah libur, tapi aku mengambil semester
pendek (SP). Lebih-lebih, mata kuliah yang kuikuti saat itu adalah mata kuliah
wajib yang sudah kuikuti TIGA kali, tapi nilaiku belum memenuhi syarat
lulus. Sementara, SP hanya ada 6 pertemuan dalam 3 pekan. Artinya, aku cuma
boleh bolos 1 kali!
Aku membuka
jadwal. DM-3 berlangsung Selasa-Ahad, jadwal SP-ku Selasa dan Rabu. Aku bisa
masuk kuliah Selasa, kemudian menyusul ke Solo, sementara Rabu aku menggunakan
kesempatan bolos itu.
Tanpa berpikir
lebih panjang, aku menyatakan siap berangkat, kali ini dengan mantap. Ketika aku minta izin
pada untuk berangkat ke Solo Selasa sore, Ketua KAMMDa malah mengatakan kalau rombongan Semarang memang baru berangkat Selasa sore. Kebetulan.
Kali ini,
delegasi Semarang ada 4 akhwat dan 3 ikhwan. Sama seperti DM-2 dulu, karena
mepetnya informasi yang kuterima, aku tidak mempersiapkan sebagian barang
bawaan yang diminta panitia. Bahkan, bahwa ada tugas membuat makalah pun aku
baru tahu hari kedua!
Bertekad menebus
kepasifan saat DM-2, kali ini aku mencoba lebih melibatkan diri dalam diskusi.
Setidaknya, setiap sesi tanya jawab aku mengacungkan tangan, meskipun
pertanyaanku terlalu cethek untuk forum secerdas ini.
Sekali-dua kali aku juga angkat bicara dalam FGD, tak peduli argumenku nyambung
atau tidak dengan tema diskusi.
Kewajiban
sebagai AB-3, salah satunya, adalah siap dicalonkan menjadi Ketua KAMMDa, tapi
moderator menekankan bahwa tidak ada paksaan dalam hal itu. Menurutnya, itu
tanggung jawab pribadi saja. Setidaknya itu terlihat dari kebebasan yang
disampaikan moderator mengenai redaksi surat pernyataan yang kami tulis
masing-masing.
Sebulan
kemudian, nilai SP keluar. Ternyata aku LULUS dalam mata kuliah yang sempat
kutinggal itu! Apakah itu karena aku akhirnya memahami materi kuliah atau
karena sang dosen sudah bosan melihatku mengulang di kelasnya, aku tak tahu.
Apa pun sebab kauniyahnya, yang jelas semua itu berkat campur tangan Allah,
bukan?
Aku terbayang
cerita-cerita para senior tentang perjuangan mereka dalam dakwah yang kadang
memaksa mereka mengurangi porsi perhatian mereka terhadap hal akademis, tapi
justru Allah memberikan hasil akademis yang sangat memuaskan. "Yaa
ayyuhal-ladziina aamanuu, in tanshurullaha yanshurukum wa yutsabbit aqdaamakum" (Q.S. Muhammad: 7).
Rasanya aku bisa
memahami apa yang berusaha mereka tanamkan pada kami, bahwa tugas utama kita di
kampus memang belajar, tetapi dakwah juga prioritas. Keduanya tak perlu saling
meniadakan, tetapi bisa saling bersinergi. Selagi masih ada celah untuk bergerak,
masukilah. Kalau sudah begitu, tinggal yakin saja pertolongan Allah akan datang
dari cara yang tidak kita sangka.
* * *
Mendampingi peserta dari FT di DM-2 Semarang |
Sudah lama aku ingin menuliskan perjalanan di setiap DM. (Eh, tapi cerita DM-1 sudah pernah kubagian dalam judul Sensasi Aksi [The Story of DM1].) Awalnya untuk seru-seruan saja. Betapa banyak cerita unik dari teman-teman tetntang perjalanan mengikuti DM, apalagi yang mengikuti di luar kota. Tetapi belakangan ada motivasi yang lebih kuat, mengapa cerita ini harus dibagikan.
Dulu, ikut DM-2 dan
DM-3 merupakan semacam prestise, kebanggaan karena berhasil naik jenjang di
KAMMI, kebanggaan karena mendapatkan ilmu yang lebih dalam tentang dunia pergerakan. DM-2, khususnya, adalah bekal wajib bagi setiap kader yang berkiprah di
berbagai lini, baik di dalam KAMMI maupun berkarya di luar KAMMI.
Belakangan, popularitas
DM-2 tampaknya menurun. Ada semacam ketakutan bagi para kader akan diberi
amanah tambahan jika mengikuti DM-2. Padahal, amanah yang lebih berat itu
adalah konsekuensi atas kedewasaan kita sebagai seorang dai, sebagai seorang
muslim.
(Mungkin sedikit
berbeda situasinya dengan kader yang ikut DM-3, tetapi kupikir itu lebih karena
kuota DM-3 lebih sedikit daripada DM-2, namun cakupannya lebih luas. Jadi yang
berlaku di sini memang masalah prioritas, meski tidak selalu begitu.)
Hal terpenting
yang ingin kusampaikan adalah, esensi DM-2 sebenarnya adalah ilmu. Dalam setiap
tahapan, ada ilmu yang semakin dalam yang akan kita raih. DM-2 memang bukan
satu-satunya majelis ilmu, tetapi kalau kita menolak majelis ilmu ini karena
alasan-alasan non-syar'i, alangkah ruginya!
Amanah akan semakin
berat, itu pasti. Justru, dengan mengikuti DM-2 ini, kita akan memiliki bekal
yang lebih besar untuk memikulnya. Kesempatan kita menjadi manusia bermanfaat
pun menjadi lebih besar: untuk menjadi sebaik-baik manusia.
Ibarat sekolah, pendidikan
memang tidak terbatas pada tingkatan formal. Tapi dengan menempuh pendidikan
formal, akan lebih banyak peluang yang bisa kita raih. Mana yang mau
kita pilih, itu terserah. Tapi kalau tidak sekolah, pilihan kita lebih terbatas.
Selamat milad
ke-21, KAMMI. Semoga kadermu bangga menjadi bagian darimu, semoga Indonesia bangga padamu. Salam perjuangan dari anggota biasa berusia 100 bulan.
No comments