Love Letter
Oleh: Annida Unnatiq Ulya
Pertama kali Nida melihatnya adalah ketika Nida masih seorang pelajar dengan seragam putih biru. Tahun 2005? atau 2006? Nida tak mengingat betul. Namun yang jelas terkenang adalah panjang dan lebar jilbab yang ia kenakan di suatu acara ESQ yang Nida ikuti. Kesan pertama yang sangat kuat, walau mengenal dirinya pun tidak.
Tahun 2007. Kali kedua melihatnya adalah di sekolah menengah atas. “I know her,” begitu kata Nida dalam hati. Belum, Nida belum mengenalnya, dan ia pun belum mengenal Nida. Namun sosoknya begitu menarik perhatian dan keinginan Nida untuk mengenalnya.
Kelas kami bersebelahan, dan di beberapa kesempatan Nida dapat sekedar berpapasan atau sekilas memandang dan mendengarnya. She is small, but looks very tough. Suaranya begitu tegas dan lugas ketika berbicara, dengan mimik wajah yang serius. Ia tak berlama-lama berjalan. Pikir Nida, ia pribadi yang sulit didekati.
Kemudian akhirnya kami bertemu dalam kesempatan yang baik. Di musholla, di suatu kesempatan kegiatan Rohis At Tarbiyah. Belum, Nida belum juga mengenalnya.
Tahun 2008. Allah memberikan jalan kehidupan yang baik bagi Nida. Entah bagaimana, ketika akhirnya Nida menjadi bagian dari Rohis, hingga mengikuti kegiatan mentoring bersamanya. Belum, Nida masih merasa belum mampu mengenal ia lebih baik.
Tahun 2009. The worst year in my life, ever. The sins that I’ll never forget. Tahun yang berat, pengalaman hidup yang Nida sesali sekaligus syukuri. Menyesal karena hidup yang merugi, namun bersyukur karena masih diberi kekuatan hati untuk merintis jalan kembali. Allah masih menyayangi dan menyelamatkan Nida, melalui sosoknya yang sejak beberapa tahun lalu telah hadir di sekitar Nida.
1430 H, Maret 2009. Surat dari ia, bagi Nida adalah surat cinta pertama yang paling berharga, hingga saat ini. Surat cinta paling romantis, surat cinta melebihi dari apa yang bisa Nida bayangkan, karena membacanya hati ini merasa haru sekaligus sedih, merasa sempit namun bahagia, dan ingin berjuang lebih baik. Surat cinta yang Allah sampaikan melalui dirinya, yang menyelamatkan hidup dan iman Nida di kemudian hari.
Tahun 2010. Nida pikir, Nida tidak akan melihatnya atau bertemu dengannya lagi.
Tahun 2011. Betapa Allah memang Maha Kuasa, mempertemukan kami kembali. Ketika ternyata kami berkuliah di Universitas bahkan di gedung yang sama, ketika ia meraih Nida. Kami mengikuti kegiatan yang sama, hingga akhirnya melingkar bersama kembali.
Begitu cepat, begitu pasti. Walau tak selamanya bersama dan seirama, walau pilihan dan jalan yang ditempuh tak selamanya sama, walau tak memahami sepenuhnya, namun Nida berada disekitarnya hingga menjelang tahun kelulusan 2014.
Apakah Nida kali tersebut sudah mengenalnya? Belum. Bahkan hingga di tahun 2018 ini, Nida tak yakin betul telah mengenal dirinya. Hubungan kami tidak jauh, namun juga tidak bisa dibilang sangat dekat. Bisa jadi, kami hanya sama-sama mengenal, sama-sama tahu, dalam cukup waktu yang lama.
Beberapa hari lalu, Nida tergerak membaca beberapa tulisan di blog pribadinya, tentang hal berkesan di tahun-tahun lalu. Hal yang Nida pikirkan usai membacanya adalah, jika saja di waktu lalu saat masih bersama, Nida berusaha lebih keras untuk mengenal dan memahaminya, untuk lebih akrab dengannya... ...
Satu rasa sesal tak menjadi akhir cerita, dan di titik inilah Nida memutuskan untuk menulis memori tentang dirinya di sepanjang hidup Nida.
Tulisan ini mungkin kekanakan, tapi Nida merasa butuh untuk menuliskannya. Betapa Nida ingin menunjukkan pada diri Nida sendiri dan sekitar Nida, bahwa seorang kawan seiman adalah rezeki, nikmat dari Allah yang tiada terkira. Sosoknya dapat menginspirasi dirimu, memengaruhi jalan hidupmu, atau bahkan menyelamatkan dirimu, dari arah yang tak disangka-sangka. Alhamdulillah, Nida bersyukur karena Allah memberikan seorang kawan baik pada Nida.
Nida tak pernah tahu bagaimana perasaannya pada Nida. Hal yang Nida tahu pasti adalah, Nida menyayanginya. Ia telah menjadi salah satu dari sekian banyak kawan yang Nida sangat cintai, yang Nida syukuri kehadirannya.
Semoga Allah menyampaikan rasa sayang Nida pada dirinya, dengan membalas segala kebaikannya.
“Ya Allah, jika aku jatuh hati pada kekasih-Mu, jangan biarkan aku tertatih dan terjatuh, dalam perjalanan panjang menyeru manusia kepada-Mu.”
Kota Semarang, 22 Juli 2018
No comments