JERITAN KALBU
by: Lillya Hervazzahra
Purnama belum sempurna, kerlip bintang bertabur sejauh mata memandang. Ada setitik rasa damai terbenam di hati yang menanti teduhnya malam.
Kusibak kelambu hitam. Kuarahkan perhatianku pada sebuah realita kehidupan. Sejenak kufokuskan pikiranku pada saudara-saudaraku yang mengibarkan panji-panji Islam di bawah sebuah tampuk kepemimpinan.
FPI (Front Pembela Islam), yang secara agama merupakan saudara-saudaraku...
Akan tetapi...
Seketika itu, kilatan api kemarahan menyambar di setiap sendi akal sehatku. Jiwaku tercekat, terpelanting hebat ke dalam palung kekecewaan mendalam. Sukmaku menggeram, hatiku seakan dihantam godam, lebam, menghitam... meremukredamkan paradigmaku.
Masih membekas di benakku, seakan terngiang di telingaku...
Sayup-sayup takbir mengumandangkan asma Allah, yang terdengar sumbang di tengah kekacauan ribuan demonstran.
Hatiku bertanya-tanya...
Apakah pantas kalimat agung penuh makna itu keluar dari mulut seorang pemegang bendera kekerasan yang tak lain adalah saudaraku...
Aku tak habis pikir!
Apa yang sebenarnya mereka perjuangkan? Pembubaran Ahmadiyah-kah?! Atau ada motif lain di balik tuntutan mereka itu?
Batinku meronta. Kemarahanku meledak-ledak. Pantaskah mereka kusebut sebagai saudaraku?
Jika iya, lalu disebut apa perbuatan mereka pada saudaraku yang lain di Monas, Minggu, 1 Juni 2008 lalu?
Apakah mereka tidak mengetahui sejarah tentang "Islam Datang dengan Damai ke Indonesia"? Apakah mereka tidak sedikit pun menggunakan hati mereka? Atau hati mereka telah buta?
Tak adakah jalan lain untuk menyelesaikan masalah ini selain dengan kekerasan?
MENGAPA?!?!?!
Mengapa harus dengan kekerasan?
Wahai saudara-saudaraku, sungguh... aku merasa malu dengan perbuatan kalian. Apa yang harus aku katakan, jika sahabat dekatku, Maria, bertanya lagi kepadaku, "Apa yang mereka perbuat dengan kaumnya sendiri?"
Aku tak tahu harus menjawab apa. Posisiku terjepit, seakan dihimpit bukit. Nafasku sesak, lelah terisak oleh pertanyaan yang Maria ajukan padaku. Pernah terbersit di pikiranku, apakah selama ini diriku belum sepenuhnya mengenal agamaku?
Wahai Dzat Yang Maha Mengetahui...
Jika hal itu benar adanya, maka teramat hinalah hamba-Mu ini.
Saat bahuku mulai letih...
Lelah dengan semua ini...
Selasa, Juni 2008
22:14 WIB
carmenrose_lilly44@yahoo.co.id
Purnama belum sempurna, kerlip bintang bertabur sejauh mata memandang. Ada setitik rasa damai terbenam di hati yang menanti teduhnya malam.
Kusibak kelambu hitam. Kuarahkan perhatianku pada sebuah realita kehidupan. Sejenak kufokuskan pikiranku pada saudara-saudaraku yang mengibarkan panji-panji Islam di bawah sebuah tampuk kepemimpinan.
FPI (Front Pembela Islam), yang secara agama merupakan saudara-saudaraku...
Akan tetapi...
Seketika itu, kilatan api kemarahan menyambar di setiap sendi akal sehatku. Jiwaku tercekat, terpelanting hebat ke dalam palung kekecewaan mendalam. Sukmaku menggeram, hatiku seakan dihantam godam, lebam, menghitam... meremukredamkan paradigmaku.
Masih membekas di benakku, seakan terngiang di telingaku...
Sayup-sayup takbir mengumandangkan asma Allah, yang terdengar sumbang di tengah kekacauan ribuan demonstran.
Hatiku bertanya-tanya...
Apakah pantas kalimat agung penuh makna itu keluar dari mulut seorang pemegang bendera kekerasan yang tak lain adalah saudaraku...
Aku tak habis pikir!
Apa yang sebenarnya mereka perjuangkan? Pembubaran Ahmadiyah-kah?! Atau ada motif lain di balik tuntutan mereka itu?
Batinku meronta. Kemarahanku meledak-ledak. Pantaskah mereka kusebut sebagai saudaraku?
Jika iya, lalu disebut apa perbuatan mereka pada saudaraku yang lain di Monas, Minggu, 1 Juni 2008 lalu?
Apakah mereka tidak mengetahui sejarah tentang "Islam Datang dengan Damai ke Indonesia"? Apakah mereka tidak sedikit pun menggunakan hati mereka? Atau hati mereka telah buta?
Tak adakah jalan lain untuk menyelesaikan masalah ini selain dengan kekerasan?
MENGAPA?!?!?!
Mengapa harus dengan kekerasan?
Wahai saudara-saudaraku, sungguh... aku merasa malu dengan perbuatan kalian. Apa yang harus aku katakan, jika sahabat dekatku, Maria, bertanya lagi kepadaku, "Apa yang mereka perbuat dengan kaumnya sendiri?"
Aku tak tahu harus menjawab apa. Posisiku terjepit, seakan dihimpit bukit. Nafasku sesak, lelah terisak oleh pertanyaan yang Maria ajukan padaku. Pernah terbersit di pikiranku, apakah selama ini diriku belum sepenuhnya mengenal agamaku?
Wahai Dzat Yang Maha Mengetahui...
Jika hal itu benar adanya, maka teramat hinalah hamba-Mu ini.
Saat bahuku mulai letih...
Lelah dengan semua ini...
Selasa, Juni 2008
22:14 WIB
carmenrose_lilly44@yahoo.co.id
No comments