Dicabutnya Ilmu
Pekan ini, kita dapat kabar wafatnya seorang ulama besar, Syaikh Yusuf Qardhawi. Selalu, yang disayangkan dari wafatnya ulama adalah bahwa itu merupakan tanda tercabutnya ilmu. Ini karena ada hadits Rasulullah, "Sesungguhnya Allah ta’ala tidak mengangkat ilmu dengan sekali cabutan dari para hamba-Nya, akan tetapi Allah mengangkat ilmu dengan mewafatkan para ulama. Ketika tidak tersisa lagi seorang ulama pun, manusia merujuk kepada orang-orang bodoh. Mereka bertanya, maka mereka (orang-orang bodoh) itu berfatwa tanpa ilmu." (HR Bukhari)
Soal tercabutnya ilmu ini saya baru merasakan betul ketika bapak saya meninggal.
Selama Bapak hidup, kami berdua biasa berdiskusi soal banyak hal: kaidah bahasa, konsep pendidikan, trik-trik dalam berdebat (dalam konteks lomba debat, ya, bukan debat secara umum apalagi debat kusir), dan sebagainya. Saya biasa bertanya pada beliau jika ada kegelisahan terkait hal-hal tersebut, dan di antara semua orang yang saya tanyai, hanya Bapak yang bisa menjawabnya dengan memuaskan.
Ketika Bapak meninggal, tiba-tiba pertanyaan-pertanyaan tersebut tak bertemu jawabannya. Mungkin masih ada ahli bahasa atau ahli pendidikan di luar sana yang lebih mahir daripada Bapak, tapi kecil kemungkinan saya bisa bertemu mereka dan bertanya sedetail yang biasa saya tanyakan pada Bapak.
Ibu saya pun sebenarnya mengambil jurusan S-1 yang sama dengan Bapak dan sama-sama bergelut di bidang pendidikan, bahkan riwayat pendidikan akademis Ibu jauh melampaui Bapak. Meski begitu, saya merasa mereka punya gaya dan spesialisasi yang berbeda.
Jika dalam ranah pribadi saja, saya sudah merasakan betapa sulitnya mendapatkan ilmu saat seorang ahli sudah meninggal, bagaimana jika yang meninggal itu adalah ulama? Ulama, yang ditanyai jutaan umat. Ulama, yang fatwanya menjadi pedoman hidup orang-orang muslim sesuai zaman mereka tetapi masih dalam koridor syariat.
Terlebih lagi, ijtihad para ulama tidak hanya berpedoman pada pengetahuan mereka, tapi juga kebersihan hati mereka, pada hal-hal yang lahirnya tidak bisa dipelajari.
Kematian itu pasti. Semua manusia termasuk ulama bahkan nabi pun mengalami. Namun, siapkah kita meneruskan tradisi keilmuan dan keulamaan mereka, sehingga tidak menjadikan umat sebagai generasi yang bodoh sepeninggal mereka?
Yang meninggal satu, tapi ilmu yang hilang banyak :(
ReplyDeleteBetul. Persoalan yg sama pun kalau konteksnya beda, ijtihadnya bisa beda~
Delete