Aktivis TA
TA... singkatan yang memiliki banyak arti. Bisa Tahun Ajaran/Akademik, Tugas Akhir, dan (yang agak gak formal) Titip Absen. Di sini, saya ingin membahas arti terakhir ini. Titip Absen.
Dilihat dari definisi katanya, "absen" seharusnya tidak digunakan di sini. Absen kan berarti tidak masuk. Maka Titip Absen justru berarti titip agar tidak masuk. Tapi, istilah absensi terlanjur lebih familiar digunakan untuk menyebut "presensi" alias kehadiran. Maka di sini biarlah kita gunakan istilah "absen" untuk membahasakan kehadiran pelajar/mahasiswa di kelas.
Jaman masih sekolah dulu, guru mengecek kehadiran muridnya satu per satu. Kadang petugas TU yang keliling kelas untuk mengecek kehadiran murid. Jadi kecil atau bahkan tidak ada kemungkinan seseorang berbohong tentang kehadirannya. Lagipula, di kelas hanya berisi maksimal 60 siswa (itu waktu aku kelas 1 SD, setelah itu gak pernah lagi siswa sebanyak itu).
Tapi di kampus, lembar presensi itu diserahkan ke mahasiswa untuk ditandatangani sendiri ketika kuliah sedang berlangsung. Jumlah mahasiswa yang mencapai 70 dalam satu kelas dan "kecuekan" dosen terhadap urusan mahasiswanya membuat mahasiswa yang "cerdas" ini memiliki banyak ide untuk membuat dirinya seolah-olah masuk (untuk memenuhi 75% kehadiran sebagai syarat mengikuti ujian akhir). Bentuknya, mahasiswa yang bolos sering meminta kawan sekelasnya untuk menandatangani kolom namanya. That is TA.
Kebiasaan TA berlaku pada hampir semua mahasiswa, termasuk AKTIVIS DAKWAH. Sering seorang ikhwah yang untuk TA saja sampai bikin jarkom ke teman-temannya. Salah satunya kualami pagi ini.
Ikhwah yang sama itu kembali mengirimkan SMS "permohonan" TA kepadaku untuk dia dan seorang ikhwah lain. Sudah sekian kali dia melakukannya, dan kali ini aku sudah tidak tahan lagi. Dengan huruf kapital semua, aku memarahinya.
Jika yang melakukannya adalah seorang ammah, mungkin aku masih bisa "maklum", walaupun aku tidak akan mengabulkan permohonan TA-nya. Tapi, bayangkan seorang aktivis dakwah, yang dituntut untuk memperbaiki umat, memberikan teladan bagi orang lain, melakukan kebohongan seperti TA.
Bagiku, TA tidak hanya suatu kebohongan, tapi juga penipuan. Menipu dosen dan pihak TU sehingga percaya bahwa mahasiswa tersebut memenuhi syarat kehadiran untuk ikut UAS. Kalau ada seorang kader dakwah yang melakukan kebohongan ini, di mana izzahnya?
Seorang ikhwah lain pernah kutegur ketika menyatakan dirinya TA, "Kalau seorang kader saja berani berbohong, bagaimana dengan orang ammah?"
Tahu jawabannya apa?
"Saya berusaha mencintai mereka, dan cinta penuh dengan kebohongan."
Sungguh susah bagiku untuk bisa menahan diri dengan fenomena ini. Seperti yang kukatakan tadi, bagaimana mau memperbaiki akhlak umat, kalau untuk masalah kecil seperti memenuhi jumlah kehadiran saja masih harus TA? Kalau mahasiswa, yang katanya SOCIAL CONTROL, tidak bisa mengontrol dirinya sendiri untuk bisa JUJUR, mau jadi apa negara ini? Kalau IRON STOCK-nya saja sudah terbiasa berbohong seperti ini, tidak heran korupsi merajalela, sebab korupsi dimulai dari hal-hal kecil seperti berbohong dalam kuliah.
Yeah, saya tahu bahwa aktivis punya segudang amanah yang harus dikerjakan, sehingga sering harus meninggalkan kelas. Tapi itu bukan alasan untuk berbohong dengan TA. Akan lebih ksatria jika dia membiarkan kolom tanda tangannya kosong. Lalu bagaimana dengan UAS nanti, jika tidak memenuhi syarat kehadiran? Itu risiko. Di sisi lain, untuk bisa kuliah dengan baik adalah amanah dari orang tua. Amanah mana yang harus didahulukan?
Saya jadi ingat kisah seorang sahabat Rasul ketika meminta izin pada Rasulullah untuk berjihad. Rasulullah bertanya kepadanya, "Apakah engkau masih memiliki orang tua?" Ketika sahabat itu mengiyakan, maka Rasulullah menyuruhnya untuk mengurus mereka, dibandingkanpergi berjihad.
Kalau melihat dari kisah ini, tentu saja bahwa amanah orang tua harus didahulukan. Tapi di sisi lain, amanah umat masih menunggu kita. Jadi, seharusnya kita bisa menyeimbangkan kedua amanah ini. Memenuhi amanah orang tua bukan berarti tidak mau melayani umat, dan melaksanakan amaha umat bukan berarti mengabaikan amanah dari orang tua. Sudah sering kita dididik untuk bisa seimbang, untuk bisa ADIL, kan?
Oh iya, untuk menutup tulisan ini saja, TA mungkin bisa mengelabuhi dosen dan pegawai TU. Tapi ingat, Allah Maha Melihat.
Jadi?
=================================
Tembalang, 27 Mei 2011
08.10 - 08.47
"Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."
[QS. Huud : 112]
No comments