ﻭ ﻟﻦ ﺗﺮﺿﻰ ﻋﻨﻚ ﺍﻟﻴﻬﻮﺩ ﻭ ﻻ ﺍﻟﻨﺼﺮﻯ ﺣﺘﻰ ﺗﺘﺒﻊ ﻣﻠﺘﻬﻢ
Sebetulnya sudah lama wacana ini ada, dan sejak pertama kali mendengarnya, ingin sekali saya menuliskannya dalam sebuah tulisan. Bahkan sudah ada draft-nya, tapi baru terealisasi sekarang.
Kejadian awalnya saya mendapat pesan dari beberapa grup yang saya ikuti (yang di-forward dari pengirim lain), bunyinya:
Mohon kesediaannya sebagai umat muslim untuk memberikan bantuan pada kami berupa doa untuk saudara-saudara kita di Jayapura, dalam upaya penolakan terhadap pemda Manokwari yang menetapkan Manokwari sebagai "Kota Injil" yang mengeluarkan aturan najis kaum kufar:
1. melarang perempuan memakai hijab/berjilbab
2. dilarang mengumandangkan Adzan
3. menghentikan bahkan meniadakan pembangunan mesjid dan beberapa aturan lain yang bertujuan menghilangkan pengaruh Islam di daerah kami.
Yang muncul di pikiran saya, sepertinya salah satu "inspirasi" mereka mengajukan pemda tersebut berasal dari pelaksanaan perda syari'at pada beberapa daerah di Indonesia, misalnya Nangroe Aceh Darussalam (NAD). Lalu saya pun mencari info tambahan melalui Google. Ada benarnya juga lintasan pikiran saya. Dari beberapa komunitas, saya mengetahui, argumen mayoritas dari para pendukung perda tersebut berisi, "Di Aceh saja, syari'at Islam boleh dilaksanakan, mengapa di Manokwari banyak yang protes? Bukankah penduduk mayoritas di Manokwari adalah Kristen?"
Sayangnya, mereka tidak melanjutkan, bahwa diterapkannya syari'at Islam di beberapa daerah seperti Aceh bukan berarti melarang penganut agama lain menjalankan kewajiban agama mereka. Perda syari'at yang berlaku tidak pernah menyebutkan tentang pelarangan pendirian gereja, membunyikan suara lonceng gereja, dan ibadah-ibadah lain. Lagipula, perda syari'at hanya berlaku untuk warga yang beragama Islam (yang mayoritas), tanpa mengebiri hak-hak pemeluk agama lain yang minoritas.
Di samping itu, bukankah dalam Pancasila dan UUD sendiri, hak dan kewajiban beribadah sesuai agama masing-masing dilindungi? Berikut kutipan SPB (Surat Peraturan Bersama) tentang Pendirian Rumah Ibadah tahun 2006:
(1) Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung.
(2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi:
a. daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3);
b. dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa;
c. rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota; dan
d. rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota.
(3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terpenuhi sedangkan persyaratan huruf b belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat.
Jika syarat-syarat tersebut terpenuhi, dan kasus yang terjadi berikutnya adalah pemda sendiri yang hendak melarang pendirian tempat ibadah, bukankah sama saja dengan pemda tersebut melanggar peraturan tersebut?
Bukankah sudah sering pula diserukan untuk menjaga kerukunan antar umat beragama? Lalu apakah mereka hendak mengkhianati apa yang mereka sendiri sering menuntutnya?
Benarlah firman Allah:
ﻭ ﻟﻦ ﺗﺮﺿﻰ ﻋﻨﻚ ﺍﻟﻴﻬﻮﺩ ﻭ ﻻ ﺍﻟﻨﺼﺮﻯ ﺣﺘﻰ ﺗﺘﺒﻊ ﻣﻠﺘﻬﻢ
(QS. Al Baqarah [2] : 120)
No comments