Laskar Pelangi
Di antara film2 lain yg diangkat dari sebuah novel, aku paling suka Laskar Pelangi. Cerita yang ditayangkan cukup bisa diikuti, hampir sama dengan novelnya walaupun ada beberapa cerita yang berbeda. Tetapi, dalam beberapa hal, justru perbedaan itu yang membuat film ini lebih hidup.
Tapi ada juga beberapa hal yg aku kurang "sreg" dengan cerita versi film. Di antaranya, kekhasan para tokoh yang kurang menonjol. Mahar, misalnya. Bakat Mahar di bidang seni nyaris tidak ditunjukkan. Hanya lewat satu-dua lagu yang dia nyanyikan, tetapi kreasi lainnya tidak ditampilkan. Sehingga seolah tak ada kaitannya ketika dia ditunjuk sebagai pembuat ide karnaval 17-an yang mereka ikuti. Ketika mereka memenangkan karnaval itu pun, tak ada penjelasan mengapa ia "tega" memberi teman-temannya "kalung" yang mengandung getah sehingga membuat mereka gatal-gatal. Ketertarikannya dengan dunia mistis pun tak terlalu diekspos, sehingga cukup mengherankan ketika ternyata dia dan Flo dimarahi karena mempercayai ilmu klenik.
Kecerdasan Lintang memang lebih ditonjolkan daripada bakat Mahar, tetapi kurang meyakinkan. Soal Matematika yang diberikan kepada Lintang masih terhitung "ringan", padahal seharusnya untuk ukuran seorang Lintang, diberikan soal yang jauh lebih rumit.
Begitu pula tokoh-tokoh lainnya. Kekekaran Borek alias Samson hanya ditampilkan di awal cerita, kearoganan Sahara terutama terhadap A Kiong, pengabdian A Kiong terhadap Mahar, bahkan yang paling tidak ditonjolkan adalah tokoh Trapani yang begitu tergantung dengan Ibunya. Termasuk juga tokoh Flo yang tidak diceritakan, dari keluarga seperti apa ia berasal (hanya diperlihatkan dari fakta bahwa dia mantan anak PN yang lebih bersih daripada teman-teman Laskar Pelangi-nya). Kedekatan Flo dan Mahar dalam film lebih terkesan sebagai kedekatan lawan jenis dibandingkan kedekatan karena ikatan mistis. Tak dijelaskan pula, mengapa mereka nekat menemui Tuk Bayan Tula, bagaimana kesulitan mereka menemuinya, dan kelompok ilegal yang mereka bentuk bernama Socitiet de Limpai.
Dan yang membuatku agak gimana... gitu, adalah tokoh Bu Mus yang kesannya malah "mudah putus asa", ketika Pak Harfan meninggal, beliau sempat mogok mengajar dengan alasan berkabung dan pesimis untuk berjuang sendiri.
Meski demikian, dg peristiwa meninggalnya Pak Harfan tersebut, ditunjukkan bahwa anak-anak Laskar Pelangi adalah anak yang bersemangat belajar, meski sang guru sedang mogok.
Satu lagi yang terkesan aneh buatku, tokoh yg diperankan Tora Sudiro (entah siapa nama perannya) malah mendukung SD Muhammadiyah dlm Lomba Cerdas Cermat, padahal dia adalah seorang guru SD PN. Meski memang melenceng jauh dari novelnya, yang membuat aneh adalah dengan posisinya sebagai seorang guru yang muridnya maju lomba, dia malah mendukung tim lain yg menjadi rival muridnya.
Tapi, di samping kekurangan yg demikian banyak, ternyata film ini juga bikin aku nangis. Aku bahkan sudah nangis sejak melihat Lintang mengayuh sepeda. Berhubung sudah membaca novelnya, aku tahu perjalanan Lintang setiap hari mengayuh sepeda sampai 2 x 40 km. Aku terharu karena aku merasakan capeknya naik sepeda, walaupun aku naik sepeda ke sekolah nggak setiap hari dan jaraknya cuma 2 x 2 km.
Beberapa cerita dalam film itu memang pernah kualami di SMP, jadi aku bisa merasakan gimana "sengsara"nya sekolah dalam kondisi seperti itu. Gimana rasanya ujian dengan menginduk sekolah lain, gimana sekolah dengan bangunan yg cuma bangunan kecil di tengah lapangan luas, belajar di alam bebas, dengan teman yang sedikit, dll.
Pokoknya, salut buat Mira Lesmana dan Riri Riza, juga semua pemain Laskar Penangi yg sudah memerankan peran mereka dengan baik. The best Indonesian movie, ngalahin Ayat2 Cinta, bahkan Harry Potter!!!
Tapi ada juga beberapa hal yg aku kurang "sreg" dengan cerita versi film. Di antaranya, kekhasan para tokoh yang kurang menonjol. Mahar, misalnya. Bakat Mahar di bidang seni nyaris tidak ditunjukkan. Hanya lewat satu-dua lagu yang dia nyanyikan, tetapi kreasi lainnya tidak ditampilkan. Sehingga seolah tak ada kaitannya ketika dia ditunjuk sebagai pembuat ide karnaval 17-an yang mereka ikuti. Ketika mereka memenangkan karnaval itu pun, tak ada penjelasan mengapa ia "tega" memberi teman-temannya "kalung" yang mengandung getah sehingga membuat mereka gatal-gatal. Ketertarikannya dengan dunia mistis pun tak terlalu diekspos, sehingga cukup mengherankan ketika ternyata dia dan Flo dimarahi karena mempercayai ilmu klenik.
Kecerdasan Lintang memang lebih ditonjolkan daripada bakat Mahar, tetapi kurang meyakinkan. Soal Matematika yang diberikan kepada Lintang masih terhitung "ringan", padahal seharusnya untuk ukuran seorang Lintang, diberikan soal yang jauh lebih rumit.
Begitu pula tokoh-tokoh lainnya. Kekekaran Borek alias Samson hanya ditampilkan di awal cerita, kearoganan Sahara terutama terhadap A Kiong, pengabdian A Kiong terhadap Mahar, bahkan yang paling tidak ditonjolkan adalah tokoh Trapani yang begitu tergantung dengan Ibunya. Termasuk juga tokoh Flo yang tidak diceritakan, dari keluarga seperti apa ia berasal (hanya diperlihatkan dari fakta bahwa dia mantan anak PN yang lebih bersih daripada teman-teman Laskar Pelangi-nya). Kedekatan Flo dan Mahar dalam film lebih terkesan sebagai kedekatan lawan jenis dibandingkan kedekatan karena ikatan mistis. Tak dijelaskan pula, mengapa mereka nekat menemui Tuk Bayan Tula, bagaimana kesulitan mereka menemuinya, dan kelompok ilegal yang mereka bentuk bernama Socitiet de Limpai.
Dan yang membuatku agak gimana... gitu, adalah tokoh Bu Mus yang kesannya malah "mudah putus asa", ketika Pak Harfan meninggal, beliau sempat mogok mengajar dengan alasan berkabung dan pesimis untuk berjuang sendiri.
Meski demikian, dg peristiwa meninggalnya Pak Harfan tersebut, ditunjukkan bahwa anak-anak Laskar Pelangi adalah anak yang bersemangat belajar, meski sang guru sedang mogok.
Satu lagi yang terkesan aneh buatku, tokoh yg diperankan Tora Sudiro (entah siapa nama perannya) malah mendukung SD Muhammadiyah dlm Lomba Cerdas Cermat, padahal dia adalah seorang guru SD PN. Meski memang melenceng jauh dari novelnya, yang membuat aneh adalah dengan posisinya sebagai seorang guru yang muridnya maju lomba, dia malah mendukung tim lain yg menjadi rival muridnya.
Tapi, di samping kekurangan yg demikian banyak, ternyata film ini juga bikin aku nangis. Aku bahkan sudah nangis sejak melihat Lintang mengayuh sepeda. Berhubung sudah membaca novelnya, aku tahu perjalanan Lintang setiap hari mengayuh sepeda sampai 2 x 40 km. Aku terharu karena aku merasakan capeknya naik sepeda, walaupun aku naik sepeda ke sekolah nggak setiap hari dan jaraknya cuma 2 x 2 km.
Beberapa cerita dalam film itu memang pernah kualami di SMP, jadi aku bisa merasakan gimana "sengsara"nya sekolah dalam kondisi seperti itu. Gimana rasanya ujian dengan menginduk sekolah lain, gimana sekolah dengan bangunan yg cuma bangunan kecil di tengah lapangan luas, belajar di alam bebas, dengan teman yang sedikit, dll.
Pokoknya, salut buat Mira Lesmana dan Riri Riza, juga semua pemain Laskar Penangi yg sudah memerankan peran mereka dengan baik. The best Indonesian movie, ngalahin Ayat2 Cinta, bahkan Harry Potter!!!
very nice artikel...
ReplyDeleteaku juga buat disini..
http://utara19.multiply.com/photos/album/34/Laskar_Pelangi_Mahar_Seniman_dari_Desa_Gantong_Sosok_Aksinya
ngga sama buku & film yah...kalo sama nanti orang mending nonton dan ngga beli buku...atau sebaliknya he..he..he..
ReplyDelete